The Game of Exctinction: Another Side Story of X-World

Bangun tidur… Pergi kuliah…

Pulang kuliah… Lalu kembali tidur… Membosankan…

Entah sudah berapa kali keempat kegiatan itu berulang selama beberapa tahun terakhir. Yang jelas aku mulai muak dengan gaya hidup ini. Ingin kuubah semua rentetan kegiatanku. Akan tetapi, tidak banyak hal yang membuatku tertarik setelah kucoba.

Dalam waktu kurang dari seperempat jam, dosenku akan tiba di ruangan ini, atau setidaknya jika ia memang mengajar hari ini. Belum ada kabar dari ketua kelas tentang ketidakhadiran dosen matkul yang satu ini. Berarti 80% kemungkinan ia akan datang dan mengajar.

Pulpen berwarna hijau yang sedaritadi kumainkan menjadi satu-satunya objek yang menghiburku sambil menunggu kedatangan dosen. Aku tidak terlalu suka berinteraksi dengan orang.

Jangan salah tangkap. Bukan berarti aku orang yang anti-sosial, hanya saja aku tidak suka berbicara basa-basi atau berbincang tentang sesuatu yang sifatnya tidak berguna atau tidak penting.

“Selamat pagi!” Ujar sang dosen yang baru datang sambil melangkah masuk ke dalam ruangan.

Ketua kelas bangkit dan menyalakan proyektor, sementara dosen kami menyalakan laptopnya. Sesi mata kuliah pertama ku di pagi hari ini pun di mulai.

Sang dosen memaparkan materinya menggunakan powerpoint dan juga menjelaskan materi yang kurang detil dari powerpoint-nya. Sesekali ia menjawab pertanyaan beberapa mahasiswa yang terlihat mengangkat tangannya karena ingin bertanya.

Aku? Aku hanya melihat saja dan mencatat seperlunya. Jujur saja, aku kurang tertarik dengan materi-materi tentang makhluk purba yang disebut dinosaurus ini. Kenapa pula aku memilih mata kuliah ini saat masa-masa pengisian kartu rencana studi?

Hufft…. Ya sudah, lah. Bukan masalah. Lagipula sudah terjadi juga. Penyesalan tidak akan pernah berujung pada penyelesaian. Aku hanya harus lulus dengan minimal C+ / B- di mata kuliah ini, sama seperti mata kuliah lain.

……………

“Sampai di sini, apa masih ada yang punya pertanyaan?” Tanya dosen pada seisi kelas.

Setidaknya ini akan jadi sesi pertanyaan terakhir, karena slide powerpoint yang ditampilkan oleh dosen sudah habis. Aku merapihkan peralatan kuliahku dan bersiap untuk pergi meninggalkan ruangan.

“Bagaimana dengan nona berambut pendek berkacamata yang duduk di deretan tengah?” Aku melirik ke samping kiri dan kananku. Aku kira dia bertanya pada temanku, tapi kemudian….

“Saya perhatikan hanya kamu saja yang belum bertanya di kuliah saya hari ini.” Tidak salah lagi. Sepertinya orang yang dimaksud dosen itu adalah aku.

Untuk lebih memastikannya aku menatap sang dosen sambil menunjuk diriku sendiri. Ia menjawab “Ya” Sambil mengangguk kepadaku.

“Tidak ada, Pak.” Jawabku.

“Kamu yakin? Apa menurutmu tidak ada yang menarik tentang dinosaurus?” Aku mulai merasa sepertinya dosen ini sedang menguji ku.

Aku menggeleng, lalu menjawab, “Mereka menarik, Pak. Buktinya banyak orang yang ingin meneliti mereka.”

Dosen itu tersenyum mendengar jawabanku. Kelas pun selesai, dan para mahasiswa mulai meninggalkan ruangan.

“Nona! Tunggu sebentar!” Panggil sang dosen.

Seorang temanku menepuk pundakku dan memberitahu kalau dosen tadi memanggilku. Aku pun menoleh ke belakang dan melihat dosen itu mengayunkan tangannya beberapa kali. Benar, yang dipanggilnya dengan sebutan “Nona” tadi adalah aku.

“Jawabanmu tadi itu sungguh menarik, nona.” O-ow… Sepertinya aku tahu kenapa aku dipanggil sekarang. Aku dalam masalah.

“Kalau tidak menarik, mana mungkin diteliti?” Tampak dosen itu masih tersenyum sambil menatapku.

“Jadi apa kamu tertarik untuk meneliti dinosaurus?” Tanya sang dosen.

“Umm… Mungkin?”

“Mungkin?” Dosen itu nampak kebingungan.

“Umm… Soalnya aku belum tahu minatku ada di mana.” Jawabku.

“Oh, begitu.” Setelah mendengar jawabanku, Dosen itu tertawa kecil sesaat.

“Tidak perlu takut, nona. Aku memanggilmu bukan, karena aku marah padamu atau apa, tapi… Melihatmu di kelas aku jadi teringat diriku dulu.” Jelasnya. Fiuh… Setidaknya dia memanggilku bukan untuk memarahiku.

Ini pertemuan ketiga ku dengan Dr. O, nama dosen ku yang baru saja mengajar tentang dinosaurus. Baru kali ini aku berbicara langsung dengannya, tapi dia tampak seperti sudah mengenali kebiasaanku di kelasnya. Lain kali aku harus berhati-hati dengan sikapku di dalam kelas.

Biasanya hanya murid-murid yang banyak bicara saja yang jadi sasaran pertanyaan dosen, tapi tadi aku yang jadi sasaran karena aku satu-satunya mahasiswa yang tidak bertanya saat kuliah ketiganya ini. Mungkin aku hanya kurang beruntung pagi ini.

Sebelum kami sama-sama pergi meninggalkan ruangan, Dr. O memberiku sebuah gelang berwarna putih. Setelah itu kami berpisah di koridor gedung fakultas.

Aku yang agak curiga dengan gelang ini langsung memeriksanya di tempat. Takutnya Dr. O memasang sesuatu pada gelang ini, tapi setelah memeriksanya tidak ada apa-apa. Ini hanya gelang besi biasa.

Kebetulan sekali, aku butuh sesuatu untuk menutup luka lecet yang ada di pergelangan tangan kiri ku. Jadi aku langsung mengenakan gelang yang baru diberikan oleh Dr. O.

Sambil menunggu kuliah sesi 2 yang akan berlangsung nanti sore, aku pergi ke kantin untuk mengisi perut sambil menyicil tugasku. Setelah memesan makanan, aku duduk dan membuka binderku. Selembar folio kukeluarkan dari dalam selipan cover binderku. Tugas pun mulai kukerjakan sambil menunggu pesananku datang.

Baru seperempat jalan, pesananku datang. Aku tinggalkan dulu tugasku sebentar untuk menyantap makananku. Sambil makan sesekali aku melihat sekeliling.

Aku tidak suka makan sembari mengerjakan tugas atau melakukan kegiatan lain. Menurutku kalau kita makan sambil melakukan kegiatan lain, kita jadi tidak bisa merasakan rasa “asli” dari makanan.

Sepertinya siang ini akan ada hujan besar. Kumpulan awan gelap sudah terlihat tidak jauh dari kampusku. Setelah makananku habis, aku kembali mengerjakan tugasku.

………….

………….

“Suara apa itu?”

Rasanya aku baru mendengar sesuatu. Seperti suara pekikan hewan. Hmm… Mungkin hanya pikiranku saja.

………….

*KIYAAAAAAAAAAAAK!!!!!!!*

………….

Terdengar lagi! Aku berani bersumpah, kali ini sangat jelas!

Aku hentikan kegiatanku sesaat dan bangkit dari tempat duduk. Aku berjalan ke lahan parkir kampus yang bersebelahan dengan kantin. Suara yang tadi itu… Bukan… Pekikan itu, seperti suara panggilan.

*KIYAAAAAAAAAAAAK!!!!!!!*

Makhluk macam apa yang menghasilkan suara pekikan itu?

Beberapa orang mahasiswa yang ada di kantin mengikuti apa yang aku lakukan. Tampaknya mereka juga mendengar suara pekikan yang aku dengar. Mereka menghentikan aktivitas mereka sejenak dan pergi ke area terbuka untuk mencari sumber suara pekikan tersebut.

“Eh, lihat deh! Itu!” Ujar seorang mahasiswa sambil menunjuk awan hujan yang mengarah ke kampus.

Aku ikut melihat ke arah yang ditunjunk oleh mahasiswa itu, dan aku baru sadar kalau mahasiswa itu sebenarnya tidak sedang menunjuk ke awan hujannya, melainkan menunjuk ke arah bayangan hitam besar yang berada di tengah-tengah awan itu. Bayangan hitam berbentuk garis yang kurang wajar.

Apa itu? Apa itu burung?

Ah, rasanya tidak mungkin ada burung yang sebesar itu. Apa mungkin itu pesawat?

Hmm… Tidak salah lagi. Sepertinya itu memang pesawat…

…………….

*KIYAAAAAAAAAAK!!!!*

Suara itu kembali terdengar, tapi… Apa mungkin?

Kalau kupingku tidak salah dengar, aku rasa suara itu berasal dari langit. Dari balik awan hujan itu. Apa mungkin pesawat yang ada di balik awan itu yang mengeluarkan suara pekikan tadi?

Aku baru menyadari suatu hal. Di tengah kerumunan mahasiswa ini ada Dr. O. Ada yang aneh dari dirinya. Sementara para mahasiswa yang lain tampak kebingungan termasuk aku, dia satu-satunya orang yang tersenyum di tengah kerumunan ini.

“BUSET! Itu pesawat apa pesawat?!! Gede amat?!!” Ujar salah seorang mahasiswa.

Berkat ucapan mahasiswa itu, orang-orang yang berada di halaman parkir kampus serentak menengok ke arah langit.

“I-Itu bukan pesawat….”

Muncul sesuatu dari balik awan hujan itu. YA, TUHAN…

“I-I-ITU DINOSAURUS!!!!!” Teriak seorang mahasiswi.

Mahasiswi itu tidak sedang bercanda. Itu benar-benar DINOSAURUS!!! Dan makhluk itu tengah terbang mengarah ke tempat ini!!!

Semua orang di sekitarku panik… terkecuali Dr. O. Apa yang tengah dosen itu pikirkan?!! Apa dia sudah gila?!! Sekalipun ini hal nyata, bukan saatnya untuk kagum melihat kedatangan predator raksasa itu!

“Dokter O!” Aku mencoba memanggilnya, tapi sepertinya dia tidak mendengarku karena keriuhan di lahan parkir ini.

Aku berlari mendekatinya dan kembali memanggilnya.

“Dokter! Ayo lari!” Ujarku sambil menggoyangkan tangannya, tapi dia malah menangkap tanganku.

“Ini saatnya!”

…Hah???

“Maksud Dokter?” Tanyaku.

Dokter O mengabaikan pertanyaanku. Ia malah menarikku untuk mendekati dinosaurus terbang itu!!!

Kami berdua kini sudah berada di luar area kampus. Ternyata apa yang baru aku lihat di lahan parkir kampus tadi itu baru satu dari sekian. DINOSAURUS ITU SUDAH ADA DI MANA-MANA!!!

Di sekitar jalan di depan kampus sudah banyak kumpulan dinosaurus-dinosaurus kecil berkeliaran. Melihat mereka secara dekat seperti ini, aku baru menyadari kalau ternyata mereka bukan dinosaurus biasa.

Tubuh mereka tidak bersisik, tidak pula berbahan organik. Kulit mereka seperti terbuat dari besi, dan wujud mereka lebih menyerupai robot… TAPI MEREKA HIDUP! Dan sepertinya mereka juga memiliki pikiran sendiri!

Yang pasti, mereka tetap berbahaya karena mereka masih karnivor. Beberapa warga sekitar jadi korban, dan tubuh-tubuh mereka yang sudah terkoyak menjadi pemandangan horror di depan gerbang kampus.

“LEPAS!” Dengan sedikit usaha, aku berhasil melepaskan cengkraman tangan Dr. O.

“DOKTER SUDAH GILA, YA?!! AKU BELUM MAU MATI DI SINI!!!” Teriak ku pada Dr. O.

“Ada apa denganmu?” Tanya Dr. O.

“Ada apa denganku? Harusnya aku yang menanyakan hal itu pada dokter! Apa dokter tidak takut dengan kehadiran makhluk-makhluk karnivora itu?!! Mereka bisa melumat kita dengan mudah dengan taring dan cakar mereka!!!”

Dr. O tertawa terbahak-bahak setelah mendengarku mengeluarkan kemarahanku di depannya. Jelas sekali aku tidak sedang melawak, dan dari ucapanku juga tidak ada yang lucu. Dia kembali mencengkram kedua lenganku dan menarik tubuhku mendekati tubunya. Ia mendekatkan wajahnya ke wajahku sambil menatapku dengan tajam.

“Kau bosan bukan?”

Sebuah pertanyaan yang sangat tidak diduga keluar dari mulut Dr. O.

“Dari sorot matamu, dan juga tingkah lakumu saat berada di kelas… Aku bisa merasakannya,” Dia tahu apa yang aku rasakan akhir-akhir ini?

“Ba-Bagaimana…?”

“KARENA AKU JUGA MERASA BOSAN. SAMA SEPERTIMU.” Jawab Dr. O.

Saat itu aku sempat berpikir dosenku sepertinya agak kurang waras, tapi ternyata aku salah….

“Oleh karena itu, AYO KITA BERMAIN SEBUAH PERMAINAN.”

…Dia memang SUDAH GILA.

“Ikut denganku!” Dr. O kembali menarik tanganku dan membawaku pergi ke suatu tempat.

Entah apa yang membuatku mau menurut kali ini, tapi tubuhku seperti tidak ingin melawan dan malah mau mengikutinya. Kami berdua masuk ke dalam sebuah bangunan restoran cepat saji yang sudah porak poranda, dan beberapa dinosaurus kecil terlihat di pojok ruangan tengah menyantap bangkai pekerja restoran.

Dr. O menarikku menuju atap bangunan. Baru saja Dr. O membuka pintu yang mengarah ke atap, tapi kemudian seekor dinosaurus yang memiliki kepala seperti batok muncul menyerang kami. Aku refleks berteriak karena terkejut.

“JANGAN MENGHALANGIKU!”

Dr. O mengangkat tangan kirinya dan menghalangi wajahnya dengan pergelangan tangan kirinya. Sebuah kilatan cahaya berwarna hitam keluar dari pergelangan tangan Dr. O. Dinosaurus berkepala batok itu langsung terpental ke ujung atap bangunan dan jatuh.

Mulutku seperti terbungkam saat melihat apa yang baru Dr. O lakukan. Aku tidak bisa berkata-kata entah karena kagum atau justru sebaliknya, takut.

Setelah kami tiba di atap, Dr. O melepaskan tanganku dan menarik nafas panjang untuk sejenak sebelum ia berbalik dan kembali menatapku.

“Hooo… Aku tidak akan mengira hari ini akhirnya tiba juga, ahahaha!” Ujar Dr. O diakhiri tawa.

“Bagaimana kalau sekarang kita mulai saja permainannya?” Tanyanya.

Aku masih terdiam, dan belum sempat aku menjawab, Dr. O sudah kembali berbicara sendiri.

“Oh, ya… Benar… Aku belum menjelaskan permainan apa dan juga aturan mainnya.”

Dr. O berjalan ke tepi bangunan dan merentangkan kedua tangannya.

“Sambutlah mereka! Para Dino Sentient! Mereka adalah yang selamat dari bencana di masa lampau. Mereka menunggu, mereka belajar, mereka berkembang biak, dan mereka berevolusi untuk momen ini.”

Dr. O menurunkan kedua tangannya dan berjalan menghampiriku.

“Mereka menganggap momen ini adalah hukum alam. Mereka menganggap bahwa keselamatan mereka adalah bagian dari takdir bagi ras mereka untuk mendominasi dunia… Bukan… DOMAIN ini, tapi mereka salah!”

Dr. O menunjukkan sebuah gelang berwarna hitam yang ada di pergelangan tangan kirinya. Gelang itu tidak jauh berbeda dengan gelangku yang yang baru diberikan olehnya beberapa saat yang lalu.

“Momen ini bukanlah takdir mereka untuk kembali menguasai domain ini, tapi momen ini merupakan pembuktian. Siapa yang akan mendominasi? Dan siapa yang akan didominasi?”

“Permainan yang akan kita mainkan cukup simpel, tapi percayalah, ini tidak akan membosankan. Malahan akan sangat menyenangkan,” Dr. O menunjuk ke arah gelang milikku.

“Gelang itu akan menjadi alat mainmu. Milikku akan menjadi alat mainku, dan itu juga berlaku untuk yang lain.” Yang lain? Maksudnya?

“Hoh? Apa aku lupa bilang kalau yang bermain bukan hanya kita berdua saja? Ya, setidaknya sekarang kau tahu kita tidak hanya bermain berdua.”

Raungan seekor dinosaurus yang tidak jauh dari tempatku sekarang mencuri perhatian kami berdua. Dinosaurus besar itu baru saja menghancurkan gedung berada tidak jauh dari tempat kami hanya dengan sekali libas dengan ekornya.

“Permainan sudah dimulai. Instruksi permainan ada di masing-masing gelang. Rasakan dan ikuti milikmu. Kau akan tahu apa yang harus kau lakukan dalam permainan ini untuk menang,”

Dr. O mengambil ancang-ancang dan berlari. Saat tiba di tepi bangunan, ia langsung melompat tanpa rasa takut. Aku berlari ke tepi bangunan untuk melihatnya, tapi kemudian seekor Pterodactyl muncul dengan Dr. O menaiki punggung makhluk itu. Dr. O pun hilang bersamanya.

Lalu apa yang harus aku lakukan sekarang? Para predator itu sudah berada di mana-mana. Tidak ada tempat yang bisa dibilang aman. Aku bisa lari dan bersembunyi, tapi sampai berapa lama? Cepat atau lambat predator-predator itu akan bertambah banyak dan tidak akan ada tempat sembunyi atau lari lagi.

Semakin lama aku berpikir, semakin cepat pilihanku habis. Satu-satunya cara agar aku bisa selamat dari bencana ini sepertinya hanya dengan mengikuti permainan yang Dr. O katakan.

Masalahnya sekarang, adalah aku tidak tahu harus mulai darimana. Rasakan dan ikuti gelangku? Mana mungkin benda mati ini bisa menjadi petunjuk?

*Bzzzzt*

Aku merasakan sesuatu seperti menggigit tangan kiriku. Mungkinkah?

Ada bekas cengkraman di pergelanganku, dan letaknya berada persis di balik gelang yang diberikan oleh Dr. O. Apa benar gelang ini hidup? Rasanya tidak mungkin, tapi siapa yang membuat lecet di pergelangan bawahku? Sementara lecet lamaku letaknya ada di pergelangan atas?

*BZZZZT*

GELANG INI BERGERAK!!!

Benda ini seperti ingin memberitahuku sesuatu, tapi aku tidak mengerti apa yang diinginkan olehnya. Rasakan… Hmm… Baiklah. Akan aku coba…

Hmm… Hah?… Apa?… Tunggu dulu… Oh… Oke, aku mengerti.

“Aku tidak terlalu paham apa yang kau inginkan, tapi aku tahu kau ingin aku mencari sesuatu,” Aku mulai memahami instruksi permainan ini. Sekarang aku tahu apa yang harus aku lakukan.

“Pimpin jalannya!” Ujarku pada gelang di tangan kiriku.

Sepertinya aku mulai gila, karena aku baru saja bicara dengan sebuah gelang. Memang sulit dipercaya, tapi aku bisa merasakannya. Gelang ini bisa bicara, hanya saja cara mereka berinteraksi agak sedikit berbeda dengan kita, manusia.

Sesuai instruksi dari gelangku, aku pergi meninggalkan atap bangunan. Awalnya aku ingin turun kembali ke lantai bawah, tapi kemudain sekumpulan dinosaurus kecil muncul dari tangga yang ingin aku gunakan.

Raptor, itulah nama dinosaurus-dinosaurus kecil itu. Gelangku yang memberitahuku tentang mereka. Mereka karnivor, dan mereka condong berburu berkelompok. Gawat, sepertinya aku terlihat seperti makanan lezat di mata mereka, tapi kenapa baru sekarang mereka mengejarku?

Aku terpaksa putar otak untuk mencari jalan lain untuk menghindar dari mereka. Hal pertama yang terpikir dipikiranku adalah melakukan apa yang Dr. O lakukan, tapi aku rasa lompatannya itu tergolong nekat.

Dia beruntung seekor dinosaurus terbang lewat dan ia berhasil mendarat di punggungnya. Bagaimana kalau saat aku melompat nasibku tidak sebaik dia? Aku belum mau mati! Lagipula, itu juga jadi alasanku kenapa mau ikut dalam permainan ini. Aku masih ingin hidup!

Jarak atap bangunan sebelah sepertinya tidak terlalu jauh. Mungkin aku bisa melompat ke seberang dan turun lewat tangga di sana. Di saat seperti ini, jangan terlalu banyak memilih!

Tanpa berpikir lagi aku segera berlari dan melompat ke atap bangunan yang ada di seberang sebelum para Raptor itu memakanku hidup-hidup. Rasa takut akan jatuh dari ketinggianku kalah dengan rasa takut akan kematian. Aku berhasil mendarat di atap bangunan seberang dengan selamat, tapi 2 dari 5 Raptor tadi ikut mengejarku dengan melompat ke seberang.

Aku segera turun dari bangunan dengan akses tangga yang ada di samping bangunan. Sampai di bawah, aku tidak berhenti berlari. Aku terus bergerak untuk menghindari kejaran 2 ekor Raptor tadi sambil mengikuti tuntunan gelangku.

“Ke kiri? Baiklah.”

Aku berbelok masuk ke dalam gang kecil sesuai tuntunan gelangku. Sepertinya Raptor-Raptor tadi sudah tidak mengejarku karena gang ini terlalu sempit bagi mereka.

Di tengah-tengah gang itu, gelangku kembali memberitahuku untuk berbelok. Aku masuk semakin dalam di gang itu. Begitu tiba di ujung gang, aku bertemu dengan 2 orang warga yang selamat dari serangan dinosaurus.

Ada yang aneh. Ada seekor dinosaurus yang berukuran lebih besar dari Raptor tadi. Dia ada di depan kedua orang warga itu, sementara posisi mereka membelakangiku. Apa kalian sadar letak keanehannya?

…HEWAN ITU TIDAK MENYERANG MEREKA…

“Permisi, maaf…” Aku memberanikan diri untuk berinteraksi dengan mereka.

Saat mereka berbalik, aku melihat mereka berdua menggunakan gelang yang sama sepertiku. Salah satu berwarna oranye, dan yang satu lagi kuning kecoklatan. Perasaanku semakin tidak enak.

“Lihat, Kal. Ada mangsa…” Ujar salah satu orang.

“Hati-hati, Kyle. Dia juga pemain seperti kita.” Ujar orang kedua.

“Tidak perlu takut. Dia belum menemukan partner-nya. Lihat saja! Belum ada Dino Gem di gelangnya.” Ujar orang yang pertama sambil menunjuk ke gelangku.

“Lebih baik kita habisi dia sebelum dia menemukan partner-nya. Deinonychus, dia cemilanmu.” Ia memerintahkan dinosaurus yang ada di depannya untuk menyerangku.

Kembali ke dalam gang malah akan membuatku terpojok. Sebelum Deinonychus itu berhasil menggigitku, aku segera menunduk dan berguling ke samping. Kepala makhluk itu tersangkut di sela-sela gang. Aku memanfaatkan momen ini untuk lari dari makhluk itu sebelum ia berhasil melepaskan kepalanya.

“Jangan biarkan dia lolos!”

Dengan perintah dari orang yang bisa dibilang seperti “pemilik”-nya, Deinonychus itu berhasil melepaskan kepalanya sendiri dan kembali mengejarku.

Belum sempat lepas dari Deinonychus, seekor dinosaurus lain muncul di hadapanku. Sama seperti Deinonychus yang tadi, dinosaurus yang mirip buaya ini, Deinosuchus, memiliki pemilik. Pemiliknya tidak lain adalah teman dari si pemilik Deinonychus.

“MAKAN DIA!!!” perintah si pemilik Deinosuchus.

Makhluk itu langsung membuka mulutnya lebar-lebar untuk memakanku. Dengan keadaan kaki yang gemetar, aku berusaha keras untuk kabur dari kejaran keduanya. Deinosuchus itu gagal melahapku, tapi aku masih belum selamat, karena Deinonychus yang tadi kembali muncul.

Makhluk lincah itu menerjangku dari atas dengan kedua kuku dan taringnya. Aku kembali berguling untuk menghindarinya. Aku masih selamat, sepertinya aku bertahan cukup baik di permainan ini, tapi sampai berapa lama?

Ini tidak adil! Mereka punya peliharaan mematikan sementara aku tidak.

“Kalian pengecut! Beraninya menyerang wanita yang bertangan kosong!” Bentakku.

“Dalam permainan ini etika tidak berlaku, nona. Saran dariku, sebaiknya kau jangan banyak bergerak. Selain menghabiskan energimu, Deinonychus-ku juga jadi susah untuk melumatmu!” Ujar si pemilik Deinonychus.

Deinonychus itu kembali lagi dan kali ini bersama dengan Deinosuchus berada di belakangnya. Deinonychus melompat. Tampaknya ia akan melakukan serangan seperti tadi sementara Deinosuchus menyerangku dari depan.

Saat aku berbalik ke belakang,

*BUK!!!*

ADUH! Dahiku…

Ah, sial! Jalan buntu! Kenapa aku harus terjebak di saat seperti ini?!!

“AKU BELUM MAU MATI!!!” Teriakku refleks.

Tanpa motivasi yang jelas, mulutku bergerak begitu saja. Mungkin rasa putus asa yang menggerakannya, tapi kalau itu putus asa, kenapa kalimat “Belum mau mati” yang keluar?

*BHUAAAAAK!!!*

“NGGRRRHHH” Erang Deinonychus kesakitan saat seekor dinosaurus lain berjenis Pachycephalosaurus menghantamnya dengan kepalanya.

*DRAP!*

“Menyingkir dari Deinosuchus-ku!!!” Teriak si pemilik Deinosuchus. Dinosaurus lain kembali datang untuk menolongku saat kedua rahang Deinosuchus hampir menggigitku.

Dinosaurus itu berjenis Parasaurolophus. Anehnya, dinosaurus yang kepalanya seperti memiliki tanduk ke belakang itu punya ekor yang bisa berfungsi seperti gunting. Ekornya membuka, dan berhasil menahan rahang atas dan bawah Deinosuchus.

“Hmm… Deinonychus dan Deinosuchus? Hah, dua-duanya sama-sama mengecewakan.” Ujar seseorang yang tengah duduk bergelantungan di atas tiang lampu jalan.

Orang misterius itu turun ke jalan. Ternyata dia perempuan! Dan dari fisiknya sepertinya ia masih muda. Mungkin sekitar 15-16 tahun.

Mataku langsung tertuju ke arah lengan kirinya. Gelang anak perempuan itu berwarna hijau, sama seperti warna Parasaurolophus yang baru menyelamatkanku. Tunggu dulu, kalau dia pemilik Parasaurolophus, lalu siapa pemilik Pachycephalosaurus yang menghantam Deinonychus tadi?

Parasaurolophus dan Pachycephalosaurus itu menghampiri anak perempuan itu. Ia mengelus kepala kedua makhluk yang lebih besar dari tubuhnya itu dan juga mencium kepala mereka.

“Anak baik…” Ujar anak perempuan itu.

“D-Dia punya 2 Dino Sentient?!!” Si pemilik Deinonychus nampak takut.

“Mau satu, dua, atau lebih, aku tidak takut kepadamu!” Berbeda dengan si pemilik Deinonychus, si pemilik Deinosuchus menyatakan bahwa dirinya tidak takut.

Ucapannya itu tidak lebih dari bohong. Mulutnya bisa berkata besar, tapi kedua kakinya terus bergetar semenjak anak perempuan itu menunjukkan dirinya di hadapan mereka dan aku.

Anak perempuan itu mengangkat tangan kirinya. Terlihat gelang di tangannya berubah menjadi sebuah benda mirip jam tangan dengan ornamen kepala Parasaurolophus berwarna hijau. Ia berbisik kecil ke benda itu, dan dalam sekejap Parasaurolophus di sampingnya langsung berlari menerjang Deinosuchus dengan ekor guntingnya.

Deinosuchus yang lengah tidak sempat menghindar. Kepala dinosaurus buaya itu terjebak di tengah-tengah capitan ekor Parasaurolophus. Makhluk itu tampak mengencangkan capitan ekornya, dan Deinosuchus terus mengerang kesakitan.

Kedua pemilik Dino Sentient yang mengganggu tadi hanya bisa melihat dan gemetar saat melihat kepala Deinosuchus putus akibat capitan ekor Parasaurolophus. Gelang berwarna coklat yang ada di tangan pemilik Deinosuchus langsung memudar dan berubah warna menjadi abu-abu.

“LARI DEINONYCHUS!!!” Perintah si pemilik dinosaurus itu. Si anak perempuan tersenyum kecil.

Ornamen di jam tangan miliknya berubah. Kali ini ornamen berbentuk kepala Pachycephalosaurus yang ada di benda itu. Anak perempuan itu kembali berbisik pada jam tangannya. Secepat kilat, Pachycephalosaurus berwarna ungu itu langsung mengejar Deinonychus yang sempat lari bersama pemiliknya.

Makhluk itu langsung menghantam Deinonychus dengan kepalanya yang kuat. Dinosaurus yang lebih kecil darinya itu langsung terpental menghantam dinding bangunan bersama dengan pemiliknya.

Anak perempuan itu berjalan menghampiri pemilik Deinonychus. Saat ia sampai di depannya, anak perempuan itu menunduk dan mencabut batu berlian yang menempel di gelang pemilik Deinonychus.

“Jangan…” Rintih si pemilik Deinonychus, tapi terlambat.

Anak perempuan itu menempelkan batu berlian yang baru diambilnya pada jam tangannya. Berlian itu menghilang, dan ornamen di jam tangannya kembali berubah. Kali ini, ornamen berbentuk kepala Deinonychus yang muncul.

“Dia milikku sekarang.” Ujar perempuan itu. Ia kembali berbisik kecil pada jam tangannya.

Kalian pasti tau apa yang terjadi…

Deinonychus kembali bangkit. Ia melirik pemilik lamanya, lalu dengan segera memakannya. Yang tersisa dari laki-laki itu hanya badan bagian bawahnya yang masih mengeluarkan darah. Kini anak perempuan itu melirikku, bersama dengan ketiga dinosaurus peliharaannya.

“Kamu muridnya Dr. O?” Tanyanya. Hah? Dia kenal dengan Dr.O?

“I-Iya.” Jawabku sedikit takut. Bagaimana tidak? Ketiga dinosaurusnya kini sudah mengepungku dari segala arah.

………

“Hei, apa yang kamu lakukan?”

“Eh?”

“Cepat bergerak! Kenapa kamu malah diam?!” Bentak anak perempuan itu, “Memangnya kamu tidak tahu apa yang harus kamu lakukan, hah?!”

“A-Aku… Hmm…” Aku menggeleng pelan.

Anak perempuan itu menepuk jidatnya. Ia tampak kesal dengan jawabanku… Sepertinya.

“Dasar amatir. Aku heran kenapa Dr. O ikut mengajakmu bermain dalam permainan ini,” Ejek perempuan itu padaku.

“Dengarkan baik-baik! Karena aku kasihan denganmu, jadi aku beri kamu sedikit petunjuk! Tujuanmu adalah menemukan benda ini!” Ia mengeluarkan 3 buah batu berlian dari dalam jam tangannya.

Masing-masing memiliki warna yang berbeda. Ada yang berwarna hijau, lalu ungu, dan terakhir yang baru tadi ia ambil dari si pemilik deinonychus, yaitu kuning kecoklatan.

“Batu-batu ini disebut Dino Gem. Kamu bisa mendapatkannya dari para Dino Sentient, tapi kamu tidak bisa sembarang ambil!” Jelas anak perempuan itu.

Ia mengangkat jam tangannya, lalu benda di tangan kirinya itu berubah kembali menjadi gelang seperti punyaku. Hanya saja, punyanya berwarna hijau.

“Ini namanya T-Brace, mungkin kamu tahu ini sebagai alat permainan dari Dr. O. Alat ini bisa menyimpan Dino Gem, tapi bukan itu fungsi utamanya. Fungsi utama alat ini adalah menuntun pemain untuk mencari Dino Gem yang akan jadi fondasi kekuatannya.”

Oke, sekarang aku mulai mengerti. Aku heran dengan Dr. O kenapa ia tidak menjelaskan detil seperti anak perempuan ini?

“Umumnya, warna gelang pemain akan ‘berjodoh’ dengan Dino Gem dengan warna yang sama. Contohnya, punyaku dengan Dino Gem milik Parasaurolophus. Paham??” Anak ini cukup menjengkelkan.

Kenapa ia malah membentakku di akhir penjelasannya? Aku memang tidak tahu peraturan permainan ini, karena memang Dr. O hanya memberiku petunjuk yang tidak jelas. Kalau bukan karena ketiga dinosaurusnya, aku pasti sudah menampar mulutnya yang menyebalkan itu. Terpaksa aku menahan jengkelku padanya kali ini agar aku bisa mengorek info lebih banyak darinya.

“Kalau T-Brace-mu sudah mendapatkan Dino Gem fondasinya, ia akan berubah menjadi Dino Morpher seperti ini,” Ia merubah kembali gelangnya menjadi benda mirip jam tangan yang ia sebut, Dino Morpher.

“Uhh… Kalau begitu apa bisa aku mencari Dino Gem lain selain Dino Gem yang memiliki warna sama dengan warna gelangku?” Tanyaku.

“Tentu saja tidak, bodoh!” Ughh… Anak ini… “Kecuali kamu sudah memiliki Dino Gem fondasi, menambah Dino Gem lain bukan masalah.”

“Kalau bukan karena permintaan Dr. O, aku tidak sudi menolongmu!” Ujar anak perempuan itu. Cih! Dia pikir dia siapa?!!

Anak perempuan itu langsung pergi setelah dia selesai menceramahiku. Lihat saja, kalau aku sudah menemukan Dino Gem dan salah satu Dino Sentient sebagai peliharaanku, akan aku buat kau tidak bisa menyombong lagi di depanku!

Jadi, yang sebenarnya diinginkan oleh gelangku adalah Dino Gem fondasi berwarna putih?

Hmm… Tempat ini bukan tempat yang bagus untuk melihat sekeliling. Sepertinya aku harus memanjat lagi ke atap gedung untuk mendapat ‘visual’ yang bagus di sekelilingku. Gedung lantai 5 itu sepertinya cukup bagus, walaupun sudah seperempat hancur, tapi tampaknya masih aman untung dimasuki.

Saat aku mulai berjalan masuk, beberapa Raptor kembali menyerangku. Teringat akan apa yang Dr. O lakukan dengan gelangnya saat mengajakku ke atap restoran, aku pun mencoba hal yang sama dengan gelangku. Aku mengangkat tangan kiri ku, dan mengarahkan gelangku pada mereka.

*BOOOSH!!!*

Wow! Berhasil! A-Aku membuat mereka pergi!!!

Kenapa aku tidak berpikir untuk melakukan hal ini saat aku diserang oleh Deinonychus dan Deinosuchus tadi?

Ah, iya. Bukan saatnya untuk mengungkit hal yang sudah terjadi. Aku kembali melanjutkan perjalananku ke atap gedung. Saat tiba di atap, seekor Pterodactyl lewat tepat di atasku. Aku hampir menembak makhluk itu, tapi karena dia tidak mengganguku, jadi aku membiarkannya.

Aku berlari ke tiap sudut atap sambil mengarahkan tangan kiri ku ke bawah untuk menemukan Dino Sentient yang memiliki Dino Gem yang diinginkan gelangku. Tepat di pojokan ketiga, gelangku memberi tanda dengan berdenyut di tanganku. Tunggu dulu… Di bawah itu kan kampusku?

Kalau dilihat dari atas, tampaknya ada keributan di lapangan kampus. 3 ekor dinosaurus besar tengah bertarung di sana. Tidak mungkin makhluk-makhluk itu bisa bertarung dengan sesama jenisnya kalau bukan karena perintah dari seseorang. Dengan kata lain, ada 3 orang pemilik Dino Sentient di sana. Aku harus berhati-hati saat masuk ke area dalam kampus.

Aku berlari turun dan segera pergi masuk ke dalam area kampus. Area terbuka bukan pilihan yang bagus. Untuk menghindari serangan dadakan dari pemilik Dino Sentient lain, aku memilih masuk melewati jalan di dalam gedung.

Untung saja akses masuk ke gedung rektorat masih bisa digunakan. Lift menuju lantai atas mati, mau tidak mau aku harus menggunakan tangga untuk naik ke lantai 2. Sampai di lantai 2 belum ada gangguan yang signifikan selain dinosaurus kecil. Aku hampir tiba di jembatan yang menghubungkan gedung rektorat dengan Gedung Fakultas Kedokteran.

“Fiuh… Kosong.” Aku sedikit lega saat mendapati jembatan penghubung kosong dan tidak ada dinosaurus kecil berkeliaran, tapi kemudian….

*BUUUM!!!*

Seekor dinosaurus dengan punggung berduri lewat dan menghancurkan sebagian jembatan. Ckh! Sebuah pelajaran… Jangan pernah terlalu cepat senang akan sesuatu!

Kerusakan yang dibuat dinosaurus tadi sepertinya tidak terlalu parah. Hanya celah berjarak kurang dari 2 meter yang jadi kendala.

“Sepertinya cukup…” Ucapku dalam hati. Waktunya melompat!

Aku mundur mengambil ancang-ancang, lalu berlari sekuat tenaga dan MELOMPAT!!!

Ugh… HAH! Ternyata tidak terlalu sulit.

“Baiklah gelang, kita sudah di kampus. Tunjukkan ada di mana Dino Sentient yang Dino Gem-nya kau inginkan.” Tidak butuh waktu lama, gelangku langsung kembali berdenyut.

Gelangku menarikku ke lantai bawah. Melihat tangga tidak jauh di depanku, aku segera turun. Baru 6 anak tangga, aku dikejutkan dengan pemandangan lantai bawah gedung fakultas kedokteran yang dipenuhi Ammonite. Mereka juga makhluk dari era dinosaurus, dan bentuk mereka seperti siput dan udang.

Mereka seharusnya hidup di laut, tapi mungkin karena perubahan fisik yang mereka alami sebagai Dino Sentient, mereka jadi bisa bertahan di darat. Kalau aku sampai terkena sulur yang terhubung langsung dengan mulut mereka, maka nasibku bisa bernasib sama dengan mayat-mayat yang ada di lantai bawah Gedung Kedokteran ini. Aku harus mencari jalan lain untuk turun.

Tiba-tiba saja Gedung Kedokteran berguncang, dan dari sisi belakang terdengar bunyi dentuman. Sepertinya ada bagian gedung yang hancur. Aku kembali naik ke lantai atas.

Saat aku sampai, aku melihat lubang besar di dinding belakang. Di bawah lubang besar itu reruntuhan dinding menumpuk seperti tangga.

Entah dinosaurus macam apa yang membuat lubang ini, tapi dengan lubang yang dibuatnya aku bisa turun. Reruntuhan yang menumpuk di bawah lubang dinding itu membuatku bisa turun sekaligus keluar dari gedung dengan mudah.

Sampai di bawah, gelangku kembali berdenyut, dan kali ini benda ini juga menarikku. Sepertinya aku sudah semakin dekat untuk menemukan Dino Gem yang cocok dengannya.

Lewat koridor luar Gedung Kedokteran aku beputar ke bagian depannya. Sampai di sana, tiba-tiba gelangku berhenti berdenyut. Ada apa dengan benda ini?

*FWUUUSH!!!!!*

“CELAKA!” Teriakku panik.

Saat aku tengah kebingungan dengan gelangku, sebuah bola api raksasa tiba-tiba datang dari arah samping. Untung aku masih sempat berlari ke pojok koridor untuk menghindar. Hampir saja…

Aku lihat ke arah asal bola api itu datang, rupanya ada 3 ekor Dino Sentient yang tengah bertarung. Mereka bertiga itu yang aku lihat saat mengintip dari atap bangunan. Seekor Allosaurus, Spinosaurus, dan juga Dimetrodon.

Yang mengeluarkan api tadi adalah Allosaurus. Aku baru tahu kalau ada dinosaurus yang bisa menembakkan bola api, tapi sepertinya itu bukan kemampuan asli si Allosaurus. Mungkin itu efek evolusi menjadi Dino Sentient yang dialaminya, sehingga ia bisa menembakkan api dari mulutnya.

Gelangku kembali berdenyut dan ia menarikku untuk menyebrangi lapangan. Ah, sial… kenapa harus menyebrang? Kalau aku keluar, ketiga makhluk itu pasti akan melihatku begitu juga pemilik mereka. Aku harus menunggu waktu yang tepat untuk menyebrang.

Allosaurus itu mencengkram leher Dimetrodon dengan mulutnya. Masih dengan leher dinosaurus bersirip besar itu menancap di giginya, ia mengeluarkan nafas api dari dalam lehernya. Bagaimana aku tahu? Kalian lihat saja… Tiba-tiba keluar kobaran api dan asap hitam dari dalam mulut makhluk itu.

Belum selesai serangan dari Allosaurus, Spinosaurus ikut menyerang Dimetrodon. Sepertinya kedua dinosaurus itu bersekongkol untuk mengalahkan Dimetrodon. Spinosaurus itu berlari mendekati Dimetrodon yang tidak bisa bergerak. Sisik di punggung Spinosaurus itu berubah menjadi sebuah belati panjang.

Saat sudah dekat dengan Dimetrodon, Spinosaurus itu berguling dan menghantamkan sisik belati di punggungnya ke tubuh Dimetrodon. Bersamaan dengan itu, Allosaurus melepaskan gigitannya, dan Dimetrodon pun terpental hingga menghantam Gedung Fakultas Teknik. Ini KESEMPATAN!

Saat kedua makhluk itu tengah membelakangiku, aku segera berlari menyebrang sebelum mereka atau pemilik mereka menyadari keberadaanku. Hampir setengah jalan, tiba-tiba saja Dimetrodon bangkit dengan cepat, dan langsung menghunuskan sisik di punggungnya yang menyerupai roda gergaji ke arah Allosaurus.

Allosaurus terpental, dan serangan dadakan itu telak mengenai mata kirinya. Situasi berubah menjadi gawat, karena Allosaurus dan juga Dimetrodon itu terpental ke arahku.

Mereka tidak menimpaku. Jarak mereka masih sedikit jauh dariku, tapi… Keduanya melihatku berlari menyebrangi lapangan. Bukan hanya kedua makhluk raksasa itu, tapi kedua pemilik mereka juga.

Kedua pemilik mereka langsung berbisik ke Dino Morpher di tangan kiri masing-masing. Aku bisa menebak apa yang mereka bisikan dari respon kedua Dino Sentient mereka. KEDUA DINO SENTIENT ITU LANGSUNG MENGEJARKU.

Kalau ukuran keduanya hanya sebesar Raptor yang sebelum-sebelumnya, atau sebesar Deinonychus dan Deinosuchus, mungkin aku masih bisa mengusir mereka dengan gelangku. Masalahnya adalah, ukuran mereka 4x lebih besar dari Raptor!

Dimetrodon melompat meninggalkan Allosaurus dan langsung menyerangku dengan roda gergajinya. Aku mempercepat langkahku, dan untungnya serangan dari Dimetrodon itu gagal mengenaiku. Kalau aku lebih lambat sedikit saja, mungkin tubuhku sudah menjadi mayat tanpa nyawa yang menancap di roda gergajinya.

Aku lolos dari Dimetrodon, tapi belum dari Allosaurus. Dinosaurus itu menembakkan bola api bertubi-tubi ke arahku. Ini sedikit lebih mudah untuk dihindari dibanding roda gergaji Dimetrodon. Gagal mengenaiku dengan bola api, Allosaurus menyemburku dengan nafas api dari mulutnya.

Begitu semburan apinya keluar, aku segera melompat ke depan dan berguling. Fiuh, Berhasil!

Sebelum semburan keduanya keluar, lebih baik aku cari tempat perlindungan. Gedung Fakultas Ekonomi pun jadi tempat pelarianku. Gedung itu adalah gedung yang paling dekat denganku. Aku buru-buru masuk ke dalam, dan tepat setelah itu semburan kedua Allosaurus datang!

*BWOOOOOSH!!!!*

Gedung Fakultas Ekonomi berubah seperti kumpulan kayu yang dijadikan api unggun. Aku buru-buru mendobak pintu belakang dan keluar dari gedung itu. Gedung itu hancur seketika, dan nampaknya kedua Dino Sentient itu sudah tidak mengejarku lagi. Tidak ada tanda-tanda lagi dari mereka. Buktinya mereka tidak muncul dari balik Gedung Fakultas Ekonomi.

Gelang di tangan kiriku kembali bereaksi. Kali ini reaksinya cukup kuat. Gelang putih ini seperti mengontrol tanganku. Benda ini memaksaku untuk kembali melangkah di saat aku tengah mengatur nafasku. Coba tebak kemana gelang ini menyuruhku pergi?

…Parkiran Motor Fakultas Ekonomi…

Lahan parkir motor ini telah berubah drastis. Motor-motor yang ada di tempat parkir ini tidak berdiri berjejer. Semua motor-motor di sini dalam keadaan jatuh dan anehnya tertata dalam posisi melingkar. Pemandangan di tempat parkir ini mirip seperti… sebuah… sarang…

Tiba-tiba saja, tangan kiri ku terangkat ke atas dengan kuat. Aku menoleh dan melihat ada apa di atasku. OH… SIAL…

“Tu-Tupuxuara?!!” Ujarku dengan mulut gemetar.

Tupuxuara adalah dinosaurus bersayap sama seperti Pterodactyl. Yang membedakan jenisnya dengan Pterodactyl adalah jambul di kepalanya. Hal yang gawatnya, Tupuxuara ini tidak seperti Tupuxuara biasa. Evolusi menjadi Dino Sentient merubah kedua tulang di sayapnya menjadi tajam seperti pedang.

Tupuxuara itu terbang tepat di atasku. Tak berselang lama, makhluk itu terbang ke bawah dengan cepat.

*BUUUUM!!!*

“UGH!!!” Agh… Punggungku…

Mungkin kalau tadi aku tidak sedikit menjauh, salah satu tulang di tubuhku pasti ada yang patah. Tupuxuara itu sudah berada di atas lahan parkir–Sarangnya–sambil mengamatiku. Mata merah menyalanya sukses membuat tubuhku kaku ketakutan. Aneh, di saat sekujur tubuhku terasa kaku, entah kenapa gelang di tanganku malah ingin aku maju mendekati Tupuxuara itu.

*DUM!!! DUM!!! DUM!!!*

Perasaanku tidak enak soal ini. Suara itu bukan berasal dari Tupuxuara yang berada di depanku, melainkan dari arah belakangku. Dari arah gedung fakultas ekonomi yang masih dalam keadaan terbakar…

*GROOOAAAAAAAAA*

Allosaurus itu kembali lagi! Dan kali ini ia bersama pemiliknya yang tengah berdiri di atas kepalanya. Pemilik Allosaurus itu melirik Tupuxuara yang berada tepat di depanku. Tampaknya ia tertarik untuk menjadikan Tupuxuara peliharaannya.

Bukan denyut, dan juga bukan tarikan. Kali ini gelangku mengetat di pergelangan tanganku. Rasa sakit yang dibuatnya membuatku tersadar dari lamunan. Aku paham gelang ini menyuruhku untuk kembali bangkit dan berjalan mencari Dino Gem, tapi kalau aku bergerak dalam keadaan seperti ini, hanya ada dua kemungkinan.

Pertama, Allosaurus di belakangku yang menghabisiku, atau kedua, Tupuxuara di depanku yang menghabisiku.

*CYAAAAAAAAK!!!!*

Tupuxuara di depanku terbang melewati Allosaurus sambil menyayatkan sayapnya yang tajam ke leher dinosaurus itu. Allosaurus menerima serangan pertamanya dari Tupuxuara, dan karena serangan tiba-tiba itu, si pemilik Allosaurus hampir jatuh dari kepala peliharaannya sendiri.

Ini kesempatanku untuk lari. Aku memaksakan tubuhku untuk bergerak. Aku berhasil bangkit, lalu aku segera berlari ke belakang pos parkiran untuk bersembunyi. Tupuxuara itu akan jadi pengalih perhatian yang sempurna. Sekarang aku bisa kembali melanjutkan pencarianku…

*KREP!*

“AWW!!!” Gelang ini kembali mengetat di pergelangan tanganku. Kali ini apa lagi?!!

Gelang putih ini mulai membuatku jengkel dengan kemauannya. Alat ini seperti mengendalikan tubuhku. Ia membuat tangan kiri ku terangkat, lalu mengarahkan jari telunjuk kiri ku ke arah sesuatu. Apa yang ditunjuknya?

Tidak… Tidak mungkin! Jangan bilang…

Dino Gem yang kau mau ada di Tupuxuara itu?!!” Dan hebatnya, aku baru menyadari hal ini.

Baiklah, jadi bagaimana caranya mengambil Dino Gem yang dimiliki oleh Tupuxuara itu sementara ia sedang terbang dan sibuk berkelahi dengan seekor Allosaurus? Kalaupun aku berhasil membuat burung raksasa itu diam di atas tanah, dimana letak Dino Gem yang dimilikinya?

“Hah? Apa? Kau tidak bercanda kan?” Ujarku terkejut saat gelang ini memberitahuku letak Dino Gem milik Tupuxuara itu.

Letak semua Dino Gem yang masih menyatu dengan Dino Sentient itu sama, yaitu ada di jantung mereka. LALU BAGAIMANA AKU MENGAMBILNYA, SEMENTARA TUBUH DINO SENTIENT SAJA LEBIH KUAT DARI BAJA???

“Eh? Jadi begitu? Baiklah, akan aku coba.” Oh… Ternyata teknik mengambil Dino Gem dari tubuh Dino Sentient cukup mudah.

Tupuxuara itu tidak akan turun selama Allosaurus masih mengganggunya. Kalau saja Tupuxuara itu mau mendengarkan perintahku… tapi statusnya bukan peliharaanku, maksudku belum. Kalau dia memang tidak mau turun, sepertinya aku yang harus naik menghampirinya.

*GRAAAAAAA!!!!*

Oh, hebat! Dimetrodon dan Spinosaurus yang tadi datang lagi. Mereka berdua bersama pemilik mereka masing-masing ikut dalam ajang rebutan Dino Gem Tupuxuara ini. Dengan kedatangan 2 orang penganggu baru, lebih baik aku mundur dulu. Membiarkan ketiganya saling membunuh satu sama lain lebih dahulu tampaknya merupakan opsi yang bagus.

Dari keadaan saat ini, Allosaurus yang paling mudah di serang karena dia punya kelemahan yang mencolok dan mudah untuk dieksploitasi, yaitu mata kirinya. Bodohnya, pemilik Dimetrodon dan Spinosaurus malah tidak menyerang kelemahan itu. Mereka malah sibuk menyerang tubuhnya.

Ckh! Kalau sudah begini, sepertinya aku harus mengadu domba mereka lewat jalur konfrontasi.

Melihat batu yang kebetulan ada di samping kaki ku, aku langsung mendapat ide. Aku segera berlari ke sisi kiri Allosaurus. Saat dinosaurus itu tengah mengambil ancang-ancang untuk menyemburkan api, aku langsung melempar batu di tanganku ke arah mata kirinya.

*GRYAAAAAAAAAAAA!!!!!*

Itu pasti sakit. Walaupun hanya batu kecil, tapi bagaimanapun juga, benda itu tetap mengenai luka fatalnya. Melihat lemparan batuku, Spinosaurus langsung melempar sirip bumerangnya ke arah target yang sama. Allosaurus kembali meringis, dan Dimetrodon juga ikut menyerang mata kiri kadal penembak api itu.

Tidak ada jeda, dan teriakan kesakitan berkali-kali terdengar di halaman kampus. 1 peserta akan segera gugur sebentar lagi. Puncak serangan ditutup oleh libasan roda gergaji Dimetrodon yang sukses membelah tulang kepala Allosaurus sekaligus membunuh pemiliknya yang masih ada di atas kepala kadal penembak api itu.

Dimetrodon dan juga pemiliknya terlalu terlena dengan kemenangan mereka atas Allosaurus. Mereka sampai tidak sadar dengan bumerang dan belati dari Spinosaurus yang datang dari atas mereka.

Hasilnya, dengan satu serangan fatal, leher Dimetrodon putus dari tubuhnya. Darah keluar bercucuran dari tubuh Dino Sentient itu, dan si pemilik tampak shock sambil melihat Dino Morpher-nya yang memudar setelah kematian peliharaanya.

*BUUUUM!!!*

Pemilik Spinosaurus itu cukup pintar. Dia tidak mau membuat kesalahan sama seperti pemilik Dimetrodon. Setelah kematian peliharaan musuhnya, ia langsung memerintahkan Spinosaurus miliknya untuk menghabisi pemilik Dimetrodon.

Tersisa Spinosaurus dan pemiliknya yang menghalangiku untuk mendapatkan Tupuxuara. Aku harus ekstra hati-hati dengan Spinosaurus. Ini akan lebih sulit dari Allosaurus, karena tubuh Spinosaurus lebih kecil darinya. Secara otomatis, gerakan Spinosaurus lebih lincah. Di tambah lagi, ia bisa melempar bumerang dan belati dari sirip di punggungnya.

Spinosaurus mulai melancarkan serangannya pada Tupuxuara. Pemiliknya cukup handal dalam memerintah dinosaurusnya. Dia berhasil mengenai Tupuxuara yang bergerak cepat di langit dan berhasil membuat makhluk itu jatuh ke tanah.

*BWOOOOSH!!!!*

“A…Apa yang barusan itu?!!” Hembusan angin tadi… tadi Itu pasti bukan ulah alam.

Tidak mungkin hembusan angin biasa sukses membuat Spinosaurus terpental dengan mudah.

“Dinosaurus terbang itu harus jadi koleksiku!” Ujar seorang anak perempuan.

Ckh! Anak perempuan yang menjengkelkan itu muncul lagi! Dan kali ini dia juga berniat untuk mengambil Dino Gem Tupuxuara. Tinju dari Pachycephalosaurus miliknya lah yang menciptakan angin besar yang membuat Spinosaurus tadi terpental.

Tidak… Aku tidak boleh membiarkan anak menyebalkan itu mendapatkan Dino Gem yang harusnya jadi jatahku!

Aku berlari sekuat tenagaku menghampiri Tupuxuara yang tengah terkapar lemas di tengah lapangan. Tidak tanggung-tanggung, anak perempuan menyebalkan itu juga memanggil Parasaurolophus miliknya.

Tanpa diperintah, Parasaurolophus langsung menahan Spinosaurus dengan mencengkram tubuh Dino Sentient itu menggunakan ekor guntingnya. Sementara itu, Pachycephalosaurus-nya bergerak dengan cepat menghampiriku untuk mencegahku sampai ke Tupuxuara.

Ukuran tubuhku yang kecil, dan kecepatan lariku kalah jauh dengan Pachycephalosaurus. Dinosaurus berkepala keras itu mampu menyusulku dengan cepat. GAWAT! Sepertinya ia akan melayangkan tinju anginnya lagi ke arahku…

*SWOOOP… BHUAK!!!*

Sebuah ekor milik dinosaurus yang tidak kukenal menggagalkan serangan Pachycephalosaurus. Aku melihat ujung ekor tersebut, rupanya itu berasal dari seekor Diplodocus.

“WHOAAA… Bukankah ini menarik??” Teriak seseorang dengan penuh semangat dari atas kepala Diplodocus.

“DOKTER O?!!” Ujarku kaget bersamaan dengan si anak pemilik Pachycephalosaurus.

Setelah sempat menghilang, orang itu kembali lagi, dan ia membantuku kali ini. Apa sebenarnya yang dia inginkan?!!

“Apa yang kau tunggu? Klaim Dino Gem-mu, mahasiswiku!” Teriak Dr. O.

Tanpa pikir panjang, aku mengikuti kemauannya dan kemauan gelangku. Aku memanjat naik ke atas tubuh Tupuxuara. Kugunakan tangan kiri ku untuk mengambil Dino Gem di jantungnya. Saat menyentuh dadanya, secara ajaib tanganku menembus masuk melewati lapisan tubuh Tupuxuara yang lebih kuat dari besi.

Tanganku dapat masuk ke dalam dengan mudah berkat gelangku. Gelang ini seperti kartu akses yang memudahkan pemain untuk mengambil Dino Gem dari dalam Dino Sentient tanpa harus membuka tubuh mereka susah payah. Aku mulai merasakan sebuah benda keras di ujung jariku.

Saat tangan kiri ku kutarik keluar, sebuah Dino Gem putih sudah berada di genggamanku. Ini… Indah…

Sama seperti gelangku, batu ini juga berdenyut. Denyutannya di dalam genggamanku seperti memberi isyarat…

“…Gunakan aku…” Kurang lebih seperti itulah yang ingin batu ini katakan lewat denyutannya. Aku berdiri, dan segera menancapkan batu ini pada gelangku.

Sebuah kilat putih menyambarku dari langit. Aku tidak merasakan apapun, tapi saat petir itu menghilang, aku lihat gelang di tanganku sudah berubah menjadi Dino Morpher putih dengan ornament kepala Tupuxuara sebagai hiasannya.

“Apa kau merasakannya? Kekuatan yang mengalir di gelang itu?” Tanya Dr. O.

Dia benar. Aku merasakan sesuatu. Aku… merasa… KUAT.

“Tupuxuara, bangun!” Perintahku lewat Dino Morpher. Tupuxuara pun melakukan apa yang baru saja aku perintahkan padanya.

*KRAK!!!*

Aku menoleh ke belakang. Di tengah lapangan kampus ini, satu lagi Dino Sentient jatuh. Spinosaurus berakhir tragis dengan tubuhnya yang terpotong menjadi dua bagian. Ekor Parasaurolophus milik anak perempuan itu terlihat bersimbah darah dari tubuh Spinosaurus.

“Bagus sekali… Karena sekarang kamu sudah punya Dino Sentient, aku tidak punya alasan untuk tidak membunuhmu!” Ujar si anak perempuan.

“Bolehkah kubunuh dia, Dokter?” Tanya anak perempuan itu pada Dr. O. Dan kalian tahu apa jawaban dari Dr. O?

“Silahkan, Elaine…” DOSEN BRENGSEK!!!

Parasaurolophus dan Pachycephalosaurus milik anak bernama Elaine itu datang ke arahku.

“Tupuxuara!!!”

Sebelum kedua Dino Sentient itu dapat menyentuhku, Tupuxuara datang dan menghantam keduanya dengan sayapnya. Keduanya berhasil ditahan, lalu kemudian Tupuxuara mengepakkan sayapnya, menciptakan hembusan angin kencang yang membuat kedua Dino Sentient milik Elaine terpental.

*BUUUUUM!!!*

“Hebat…” Ujarku. Kedua Dino Sentient itu menghantam gedung FISIP (Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik) hingga hancur.

Aku sempat berpikir Tupuxuara itu lemah, tapi setelah melihat apa yang dia lakukan terhadap Parasaurolophus dan Pachycephalosaurus, rasanya ingin kumaki diriku sendiri karena telah menganggapnya lemah.

Elaine berjalan menghampiriku. Aneh, ia nampak tidak khawatir dengan Dino Sentient-nya. Apa yang mau ia lakukan kali ini?

“Bangun…” Bisik Elaine ke Dino Morpher-nya. Kedua Dino Sentient-nya pun kembali bangun dan langsung menerjang Tupuxuara secara bersamaan.

“TUPUXUARA!!!” Teriakku khawatir.

“Urusan peliharaanmu adalah dengan peliharaanku. Sementara urusanmu adalah DENGANKU!” Ujar Elaine yang berada tidak jauh dari hadapanku.

“Berubah!” Elaine mengangkat Dino Morpher-nya, dan menekan salah satu tombol pada benda itu.

Ia berubah wujud. Baju zirah berwarna hijau dengan motif Parasaurolophus membalut tubuhnya. Di tangan kanan Elaine sudah terdapat sebuah senjata menyerupai gunting besar. Gunting itu di angkatnya, dan kemudian dipecahnya menjadi 2 buah pedang.

“Aku akan menikmati tiap potong tubuhmu yang kurus itu.” Ujar Elaine seraya berlari menghampiriku.

Ia menghunuskan pedangnya ke arahku, tapi aku dapat menghindari tiap serangannya dengan mudah. Tubuhku mulai bisa beradaptasi menanggapi ekstrimitas dalam permainan ini.

“Apa kau tidak berniat untuk melawan Elaine, mahasiswiku?” Tanya Dr. O.

Rasanya aku tidak perlu menjawab pertanyaan itu. Kalian juga pasti sudah tahu apa jawabanku.

“Akan kubungkam mulutmu yang sombong itu anak kecil!” Aku mengangkat morpher-ku, dan aku melakukan apa yang Elaine lakukan, “BERUBAH!”

Baju zirah putih dengan motif Tupuxuara muncul dan menutupi tubuhku. Di dalam wujud ini, aku bisa merasakan kekuatan dari Dino Gem Tupuxuara menyatu dengan sekujur tubuhku. Rasanya sungguh fantastis!

Sebuah pisau berbentuk potongan sayap Tupuxuara muncul di tangan kananku. Saat serangan Elaine akan datang ke arah kepalaku, aku seperti bisa melihat gerakannya dengan sangat jelas. Serangan Elaine dapat dengan mudahnya kutahan dengan pisauku.

“APA?!!”

“Permainan yang sebenarnya baru akan dimulai!” Pisau di tanganku memanjang dan berubah bentuk menjadi sebuah pedang. Sekarang aku bisa bertarung imbang dengan Elaine.

Setelah apa yang kualami, aku belajar banyak hal tentang permainan ini. Pelajaran pertama, JANGAN PERNAH MEMBERI LAWANMU KESEMPATAN untuk menyerang saat kau punya peluang untuk memojokkan mereka.

*TRANG!!!*

“Ugh…” Rintih Elaine.

*SRAT! SRAT! SRAAAT!!!*

Pelajaran kedua, JANGAN PERNAH LENGAH saat kau sudah berhasil memojokkan mereka. Terkadang celah untuk membalikkan keadaan tidak pernah kita sadari saat kita sudah berada di atas. Jadi, JANGAN PERNAH TUNJUKKAN AMPUN pada mereka.

Sungguh, aku tidak pernah merasakan perasaan ini sebelumnya. Ini MENYENANGKAN!!!

Baju zirah yang semula melindungi tubuh Elaine telah hilang. Aku berhasil membuat Elaine terpojok. Kedua senjatanya jatuh, dan aku sedang menikmati momenku dengan menginjak-nginjak tubuhnya yang kecil.

“Aku mulai paham kenapa kau suka menyombong dihadapan pemain lain.” Ujarku menikmati kemenanganku atas Elaine.

“Keparat!” Kulihat dirinya masih berusaha mengangat kaki ku dari atas tubuhnya, “DOKTER! TOLONG BANTU AKU…”

“Kau kalah dalam permainan ini Elaine. Dan kau pasti tahu konsekuensinya…” Ujar Dr. O.

Sudah saatnya…

“Selamat tinggal, bocah.” Kuangkat pedangku, dan langsung tusukkan ke tubuhnya. Darah Elaine membasahi senjataku saat aku mencabutnya keluar.

Aku hampir melupakan sesuatu. Aku menghancurkan Dino Morpher di tangan kirinya yang masih aktif, dan ketiga Dino Gem miliknya keluar. Ini peluang bagus untuk memperbanyak peliharaanku dan mungkin menambah kekuatanku, tapi…

“Sayang sekali, ya. Aku terlanjur membenci apapun yang berhubungan dengan pemilik kalian.” Kuangkat kaki ku, dan kuhancurkan ketiga Dino Gem milik Elaine.

Deinonychus yang ada di dalam Dino Gem coklat keluar. Tindakan yang baru saja kulakukan membuat Dino Sentient milik Elaine kehilangan warna mereka. Mereka kembali menjadi hewan liar yang bergantung pada insting.

Sebelum mereka dapat berkeliaran, aku perintahkan Tupuxuara-ku untuk membunuh Pachycephalosaurus dan Parasaurolophus. Sementara aku mengurus Deinonychus. Ketiga Dino Sentient itu terbaring tak bernyawa di tengah lapangan kampus. Dr. O yang sedari tadi menonton tampak tersenyum bahagia.

“WHOAAA!!! Permainanmu membuatku kagum! HEBAT SEKA—“

*CROT!*

“Tutup mulutmu, dosen brengsek!”

Pelajaran ketiga, JANGAN PERNAH PERCAYA PADA SIAPAPUN. Ini permainan. Kalian tidak akan pernah tahu saat ada orang yang kalian anggap sebagai teman ternyata adalah seseorang yang brengsek dan akan MENUSUK kalian DARI BELAKANG.

Sebelum dosen menyebalkan itu bisa mencorengku dari daftar pemain, aku yang akan mencorengnya terlebih dahulu dari daftar. Siapa sangka lemparan pedangku ternyata cukup baik dari jarak sejauh ini? Belum lagi tinggi Diplodocus itu sangat tinggi.

Tubuh Dr. O terjatuh ke tanah. Saat tubuhnya sudah berada di atas tanah, kucabut pedangku dan aku lanjutkan dengan menghancurkan Dino Morpher-nya.

“TUNGGU!” Tak kusangka ternyata Dr. O kuat juga masih bisa bicara dengan luka fatal di dadanya.

“Ambil ini…” Ujarnya sambil menunjukkan Dino Gem berwarna merah marun. Tunggu dulu, Diplodocus-nya kan berwarna abu-abu? Lalu Dino Gem itu milik Dino Sentient yang mana?

“Kau menang… dan pemenang… sudah sepantasnya mendapat hadiah bukan?” Aku akui dia memang benar, walaupun aku sangat benci kepadanya.

Aku menerima Dino Gem merah marun itu sebagai tanda kemenanganku. Aku rasa tidak ada salahnya menerima hadiah kemenangan. Saat aku hendak menyelesaikan Dr. O, ternyata dia telah mati terlebih dahulu karena pendarahannya. Ya, setidaknya aku tidak perlu membuang tenagaku untuk menghabisinya.

Aku berubah kembali ke wujud semula. Tupuxuara-ku telah kembali dan berdiri tepat di belakangku.

“Kau lapar?” Tanyaku pada Tupuxuara. Ia mengangguk.

“Kau suka yang mana? Tubuh manusia atau tubuh sejenismu? Kebetulan di sekelilingmu banyak yang bisa kau konsumsi.”

Ah, iya… Sepertinya aku harus memberi burung itu nama agar lebih muda untuk memanggilnya. Kita lihat nama apa yang bagus untuknya. Hmm… Tupuxuara… Tup… Top… Hmm… Sepertinya Top nama yang cukup bagus.

“Baiklah! Mulai hari ini, namamu adalah TOP!” Ujarku pada Tupuxuara.

Semua persepsiku tentang permainan ini salah. Aku menarik semua ucapan buruk ku tentang permainan ini. Sejujurnya, INI MENYENANGKAN! Aku tidak pernah merasa bergairah seperti ini sebelumnya! Mungkin game inilah yang kubutuhkan untuk mengusir semua kebosanan dalam hidupku.

Mendengar sebuah ledakan dan suara raungan Dino Sentient lain di kejauhan, aku baru menyadari sesuatu yang seharusnya tidak boleh aku lupakan.

“Kau benar, Top. Permainan ini masih berlangsung. Kita belum menang sepenuhnya,” Aku kembali berubah, dan naik ke kepala Top, “Kau siap, Top?”

Top meraung pelan, “Let’s play some more!”

………………

~o0o~

………………

“Aku tidak mengerti denganmu, Sin. Sudah tidak ada apa-apa di domain ini. Apa yang membuatmu bersikukuh turun kemari?” Tanya Shani.

“Kamu salah kalau menganggap tidak ada apa-apa di sini. Bukankah aku sudah pernah cerita padamu bagaimana aku bertemu pertama kali dengan Gracia?” Ujarku.

“Itukan berbeda dengan yang ini,” Ujar Shani.

“Tolong jangan ungkit tentang itu. Aku tidak mau mengingatnya.” Potong Gracia tiba-tiba.

Aku tidak heran kenapa Gracia tidak mau mengingat-ingat kejadian itu. Aku paham dengan trauma yang dialaminya, tapi kalau bukan karena trauma itu, mungkin ia tidak akan mau ikut denganku saat ini.

Aku baru saja tiba di sebuah domain bernama Paleosozoic. Dulunya domain ini tidak jauh beda dengan domain-domain lain yang damai, hingga para Dino Sentient, dinosaurus yang selamat dari kepunahan dan berevolusi menjadi makhluk mematikan, kembali datang untuk menginvasi para penduduk asli domain ini.

Sebuah kejanggalan… Padahal atas kerjasama Dino Sentient dengan para penduduk domain ini lah yang membuat dunia mereka selamat sebelum masuk ke Battleworld. Lalu kenapa mereka berseteru? Tidak ada yang tahu. Hanya ada rumor…

Seseorang bernama Olliver, katanya, melanggar perjanjian damai antara para penduduk dengan para Dino Sentient. Saat invasi berlangsung, beberapa penduduk yang kebetulan memiliki ‘alat’ untuk melawan para Dino Sentient turun menghadapi mereka.

Invasi berakhir dengan kehancuran domain ini. Sekarang domain ini hanya apa yang tersisa dari peradabaan penduduk sebelumnya. Benar-benar pantas disebut dengan kota hantu, tapi itu tidak sepenuhnya benar menurut rumor baru yang aku dengar.

Banyak rumor beredar tentang ‘Petir Putih’, seseorang yang mengakhiri invasi para Dino Sentient, dan memusnahkan peradabannya sendiri. Tidak pernah ada saksi hidup yang melihat orang dengan julukan ‘Petir Putih’ Itu secara langsung, tapi di sinilah aku sekarang untuk membuktikan kebenaran rumor itu.

“Shani, Gre, lakukan persiapan kalian. Aku akan coba memancing di sini…” Perintahku.

Aku berubah ke wujud serigala-ku. Darah Zoanthrope mengalir di dalam tubuhku. Itulah yang menjadi alasan kenapa aku bisa berubah wujud menjadi serigala.

“AUUUUUUUUUUUU!!!” Lolongan panjang di atap gedung pencakar langit ini sepertinya cukup sebagai umpan.

Tidak ada apapun sejauh ini. Tidak ada pekikan Dino Sentient. Dari hembusan angin pun tidak ada tanda-tanda kehidupan.

*DUAAAAAR!!!*

“Huah! Aku akui, petir tadi itu cukup menakutkan…” Ujar Gracia refleks.

Aku mencium sesuatu dari jarak yang cukup jauh. Bau darah yang aneh…

“Ada yang datang.” Ujar Shani. Sepertinya telinga vampir Shani menangkap sesuatu juga. Berarti apa yang hidungku cium tidak salah.

“Bersiaplah,” Aku melakukan peregangan kecil sebelum makhluk itu datang kemari, “Kalian tahu apa yang harus kalian lakukan bukan?”

Gracia dan Shani mengangguk paham. Ini dia, the moment of truth…

*DUAAAAR!!!*

Kilat berwarna putih itu kembali muncul. Saat kilat itu menghilang, sudah ada seseorang yang berdiri di ujung bangunan. Ia masih terlihat manusia. 2 tangan, 2 kaki, 1 kepala, hanya penampilannya saja yang agak aneh. Baju zirah putih bermotif dinosaurus menutupi tubuhnya lengkap dengan sebuah pedang di genggaman tangan kananya.

“Halo, tuan—“

“Kalian bukan penduduk domain ini.” Aku belum selesai bicara, tapi dia sudah memotongku.

“Uh, iya. Itu benar,” Ujarku, “Jadi, apa benar kau si ‘Petir Putih’ itu?”

Begitu mendengar nama ‘Petir Putih’, orang itu langsung menurunkan senjatanya. Baju zirah yang dikenakannya menghilang, dan wujud ‘Petir Putih’ yang sebenarnya pun terlihat.

“KAMU PEREMPUAN?!!” Ujarku dan teman-temanku karena terkejut.

“Kamu sendiri Siberian Husky.” Balasnya santai.

“AKU INI SERIGALA KUTUB! BUKAN SIBERIAN HUSKY!!!” Bantahku kesal. Aku mulai muak dengan ejekan itu. Aku pun kembali ke wujud semulaku.

“Hei, sinka. Aku mengenal wajahnya… Bukankah dia salah satu teman dari Gary Muller yang kau ceritakan itu?” Bisik Shani di telingaku.

“Bukan, ia hanya pararel-nya di domain ini.” Bisikku ke Shani.

“Jadi, katakan… Apa tujuan kalian datang kemari?” Tanya perempuan dengan julukan ‘Petir Putih’ itu, “Sebaiknya kalian menjawabnya dengan cepat, karena makhluk yang berada di atas kalian sudah sangat lapar.”

Kami bertiga menoleh ke atas, dan tepat di atas kami sudah ada seekor Dino Sentient terbang berwarna putih. Wah, perempuan itu pintar juga bisa langsung menjebakku dan teman-temanku dengan cepat seperti ini.

“Haruskah aku mulai menyerang?” Tanya Gracia. Aku menahan tangannya yang sudah menggenggam digivice hitam miliknya.

“Ratu Vienny Fitrilya… Benar?” Tanyaku pada si ‘Petir Putih’.

“Bagaimana kau tahu namaku?” Jawabnya dengan bertanya balik padaku. Ha! Sepertinya negosiasi ini akan berjalan lebih mudah dari apa yang aku pikirkan.

“Aku sangat paham dengan problematika orang-orang sepertimu,” Aku memberanikan diriku berjalan menghampirinya. Semoga saja ia tidak menyerangku secara tiba-tiba.

“Dari raut wajahmu itu sangat jelas. Aku tahu kamu sedang bosan, benar?” Raut wajahnya berubah seketika. Sepertinya pertanyaanku tepat sasaran.

“Kamu pasti sedang mendambakan sesuatu yang dapat membuatmu tertarik. Sesuatu yang dapat membuat jantungmu berdebar kencang, karena KESENANGAN. Kamu ingin bermain bukan?” Raut wajahnya semakin bisa ditebak. Aku berhasil mendapatkannya…

“Apa kamu mau ikut denganku? Aku tidak bisa menjanjikan banyak hal, tapi satu hal yang pasti bisa aku janjikan adalah LAWAN MAIN yang menantang untukmu.”

Aku mengulurkan tanganku padanya. Dino Sentient putih yang sebelumnya terbang memutar di atas kami kini turun ke atap bangunan dan berdiri tepat di belakang pemiliknya.

“Apa agenda kalian?” Tanyanya.

“Sebuah PERBURUAN…” Jawabku singkat.

Uuuh… Aku suka senyum yang keluar dari bibirnya. Dia menjabat tanganku, tanda kesepakatan sudah terjadi di antara kami berdua.

“Selamat datang di game-ku, Viny.” Ucapku menyambutnya.

~END~

By : @ahmabad25

3 tanggapan untuk “The Game of Exctinction: Another Side Story of X-World

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.