Zombie Attack, Part 4 : Entering The Church

*Di Jakarta*

Seorang wanita berusia dua puluh delapan tahun tengah duduk dengan gelisah menantikan kabar dari Dendhi

“Ve, udah ada kabar belum dari Dendhi?” tanya seseorang

“Belum Mel, aku udah nyoba calling dia, nggak diangkat” jawab Veranda lemas

“aduh.. gimana ini?” kata Melody gelisah

“percaya aja deh sama dia Mel” suara seseorang tiba-tiba mengagetkan nya

“elo Lid, percaya gimana maksud lo?” tanya Melody

“percaya aja kalo misi nya dia bakal sukses, dia kan salah satu agen terbaik bangsa ini kan?” jawab Lidya

“iya, cuman gue nggak mau kalo dia gugur lid, kita udah kehilangan Michael, Yoshi, sama Ilham” kata melody sedih.

“terserah lu deh Mel” kata Lidya yang kemudian pergi meninggalkan Control Room

*Di SMA 48 Jakarta*

Seorang gadis rambut panjang sedang duduk di kelasnya. Tidak ada seorangpun di kelasnya karena ini jam istirahat, pasti semua siswa sedang keluar ke kantin.

“kakak, Gre kangen sama kakak, kapan kakak balik lagi ke rumah? Gre kangen sama tawanya kakak, sebelnya kakak” tanya gracia pelan, tanpa dikehendaki, air matanya jatuh membasahi pipinya.

“Gracia, nggak ke kantin?” tanya seseorang lembut

“Eh, kamu Sof. Sejak kapan di sini?” tanya Gracia kaget

“baru aja sih” jawab Sofia singkat

“lagi banyak pikiran ya?” tebak Sofia

“iya nih” ujar Gracia yang kembali termenung. Perhatiannya kini terfokus di handphone nya, temannya yang mulai penasaran mencoba mendekat ke arah Gracia. Dilihatnya seseorang yang bersama dengan Gracia.

“pacar nya ya?” tanya Sofia penasaran

“bukan, dia bukan pacarku, dia kakak ku” jawab Gracia

“keliatannya masih muda ya” ujar Sofia

“iyalah, dia selisih empat tahun sama aku” ujar Gracia.

*Di Spanyol*

Dendhi sudah terbangun, dia dan Ramires kini tengah terikat di sebuah rumah tua.

“Heiii.. wake up, wake up (Heii.. bangun, bangun)” Ujar Dendhi sambil mengoyangkan tangan Ramires

Ramires kini terbangun

“What is your job (Apa pekerjaanmu)?” tanya Dendhi

“I’m a cop (Aku seorang polisi)” ujar Ramires berbohong

“I’m a cop too (Aku juga polisi” ujar Dendhi

“may I ask you? (Boleh kah aku bertanya padamu?)” tanya Dendhi

“Sure (tentu)” ujar Ramires

“do you know the girl in the photograph (Apa kau tau di mana cewek yang ada di foto ini)” tanya Dendhi

“why you looking for her? Is she important to you (Kenapa kamu mencari nya? Apa dia penting bagi kamu?”) tanya Ramires

“A little (sedikit sih)” ujar Dendhi

“may I guess, Indonesian’s President Daughter (biar aku tebak, anak presiden nya Republik Indonesia)” tebak Ramires

“it’s too good for a guess (itu terlalu bagus untuk sebuah tebakan)” ujar Dendhi

“she was in danger, the last time I saw her, she was being taken by the villagers to a house, I’m trying to help her, instead I’m tied here by the F*cking Villagers (dia dalam bahaya, terakhir kali aku melihatnya dia sedang di bawa ke suatu rumah oleh penduduk desa, aku ingin membantu, tapi malah aku diikat di sini oleh warga desa keparat itu)” ujar Ramires.

“where is it? (di mana lokasi nya?)” tanya Dendhi

“the biggest house in this Village, near the church (rumah paling besar di desa ini, di dekat gereja)” ujar Ramires

“You can finish your conversation in another world (Kau bisa menyelesaikan percakapan mu di dunia lain) ujar warga desa sambil membawa kapak yang sangat besar. Dia bersiap untuk menebas kedua orang itu.

“Now (Sekarang)” ujar Dendhi, dia mengarahkan ikatan tangan nya dan Ramires ke ayunan kapak nya. Mereka berdua lepas, warga desa itu mendekati Ramires dan

DAAAR…

Dendhi menembak orang itu tepat di kepala nya, Ramires yang ketakutan lalu berlari meninggal kan Dendhi.

“Heiii, wait (Heii, tunggu)” ujar Dendhi, namun Ramires terus berlari. Dendhi lalu mengeluarkan GPS nya,

“Ooh gusti, iki ning ngendi maneh?” ujar Dendhi dalam Bahasa jawa (Ya Tuhan, ini ke mana lagi?”

Dendhi lalu beranjak keluar. Baru beberapa keluar pandangan nya mengarah ke lemari yang berada di sudut ruangan itu, Dendhi yang penasaran mencoba membuka lemari itu.

“Ya Ampun, Rafles” Dendhi kaget melihat siapa yang ada di dalam lemari itu

Dengan cepat Dendhi melepas ikatan di tangan dan kaki Rafles, dan melepas kain yang menyumpal mulutnya. Dendhi langsung meraba urat nadi nya yang ternyata masih berdenyut.

“Raf, bangun” ujar Dendhi sambil menggoyangkan tubuhnya.

“Dendhi?” Rafles kaget melihat teman nya ini, terakhir kali mereka bertemu ketika empat hari yang lalu ketika mereka masih di Jakarta

“di mana Michelle Raf?” tanya Dendhi

“maafin aku Den,dia di culik sama warga desa sialan itu” ujar Rafles lesu.

“aku sudah kehabisan amunisi” tambahnya

“senjata mu Cuma handgun kan?” tanya Dendhi yang di balas anggukan pelan oleh Rafles.

Dia mengeluarkan beberapa amunisi handgun, dan di berikan kepada Rafles sebagian

“nih, setengah peluru handgun ku aku kasih ke kamu, adil kan?” tanya Dendhi

“Fair Enough” jawab Rafles,

Rafles lalu tampak kebingungan, dia lalu mencari Hp nya.

“Cari apa Raf?” tanya Dendhi

“Aku cari Hp ku, kok nggak ada ya di kantong ku?” tanya Rafles

“mungkin di curi sama warga desa itu pas kamu pingsan, nih” ujar Dendhi sambil menyodorkan Hp Experia Z Ultra miliknya

“lha, kamu gimana terus ?” tanya Rafles

“Tenang lah” ujar Dendhi yang lalu menunjukkan semua “Barangnya”. Rafles lalu menerima pinjaman Hp dari Dendhi.

“dia lalu membuka aplikasi Skype. Dan menambahkan ID Skype seseorang.

“Raf, kita bisa gerak sekarang?” tanya Dendhi

“Oke” ujar Rafles yang lalu berjalan di belakang Dendhi, Rafles berjalan sambil mengotak-atik Hp milik Dendhi.

“Den, boleh pinjem headsetmu?” tanya Rafles

Tanpa menjawab omongan Rafles, Dendhi langsung memberikan headset miliknya, untung saja dia membawa dua headset.

Dia lalu menelpon seseorang.

Rafles : Halo Sof?

Sofia : Kakak? Puji Tuhan kakak masih hidup, kok aku calling di Skype kok ngak diangkat sih kak?

Rafles : ada kejadian yang nggak terduga sof, pas misi ku di Spanyol, baru aja kami landing, kami udah di serang. Pak Presiden sama anaknya nggak tau nasib nya. Aku di bikin pingsan, dan hp ku ilang entah ke mana. Ini aja aku pinjem punya temen

Sofia : ya udah deh kak, good luck ya

“Siapa yang kamu tel..” ujar Dendhi terpotong

“Adik ku Den, namanya Sofia, dia sekolah di SMA 48 Jakarta” jawab Rafles

“Wiih.. sama kayak adikku dong, dia sekolah di SMA 48 jakarta, namanya Gracia” balas Dendhi antusias.

“sama-sama” ujar Rafles

“kok nggak ada angin, nggak ada hujan kamu ngomong sama-sama sih?” tanya Dendhi

“Gracia itu kan bahasa Italy, artinya makasih” balas Rafles polos

“Oiii.. itu nama nya wedhus” balas Dendhi sebal

“namanya ganti lagi dari Gracia ke wedhus?’ tanya Rafles polos

“males aku ngomong karo kowe (malas aku ngomong sama kamu)” ujar Dendhi sambil mendengus sebal.

“Bentar Raf, kok dari tadi nggak ada perlawanan ya?” tanya Dendhi

“iya juga ya, stay Sharp Den” jawab Rafles

Mereka berdua melanjutkan perjalanan, hingga sampai di rumah yang memiliki dua lantai., dengan pelan-pelan mereka berdua memasuki rumah itu. Dan tiba-tiba Vylendo muncul dari arah yang tak di duga, keluar dari dalam lemari, dia menendang Rafles hingga pingsan.

“Kurang ajar kamu” ujar Dendhi yang lalu menodong kan pistol nya, namun sayang, gerakan nya kalah cepat dengan Vylendo, dia mencekik Dendhi, dia sudah pasrah bahwa dia akan mati

DAAAR…

DAAAR…

DAAAR…

Seorang wanita dengan posisi yang bergelantung, berpakaian merah melindungi Dendhi dengan menembak punggung Vylendo dengan tangan kanan nya, sedangkan tangan kirinya masih memegang hook gun.

“Kurang ajar” ujar Vylendo emosi. Dia lalu mengerjar wanita itu.

“wanita itu, apa jangan-jangan dia Viny?” tanya Dendhi

“nggak penting itu, yang penting aku sama Rafles nyelametin Michelle dulu”  tambahnya lagi

Dendhi lalu bergegas ke arah Rafles, dia masih pingsan.

“Raf.. bangun, bangun” ujar Dendhi sambil menggoyangkan tubuh Rafles, namun dia masih tidak bangun

“terpaksa pake cara lama ini” ujar Dendhi yang lalu tersenyum sinis.

TUUUT…

“Buset, bau nya kayak bangke, siapa kentut nih?” tanya Rafles geram

“aku, lagian kamu pingsan nya parah banget sih? Aku goyangin tubuhmu nggak cepet sadar. Terpaksa pake cara lama pas kita masih SMA” ujar Dendhi, sedangkan lawan bicara nya hanya menatap Dendhi dengan ekspresi datar.

“ini kunci punya siapa ya?” tanya Rafles

“udah, ambil aja” balas Dendhi singkat.

 

*Di rumah Dendhi*

“Mana sih Sofia? Lama banget, janjian nya kan tujuh malem, kok nyampe jam delapan masih belum dateng?” tanya Gracia

TING-TONG

“Iya bentar” ujar Gracia yang lalu berjalan ke arah pintu rumah nya, dengan malas ia membuka pintu rumah nya.

“Maaf Gracia, jalanan nya macet nih” ujar Sofia

“hmmm.. ya udah deh, yuk masuk, besok kan minggu, nginep aja di sini, toh kita juga sama-sama snediri” kata Gracia yang lalu mengajak Sofia masuk ke rumah nya.

Hp Gracia tiba-tiba berdering, ada panggilan masuk dari nomer tak dikenal, Gracia lalu menjawab panggilan itu

Gracia : halo

????? : halo, ini Shania Gracia, adiknya Dendhi Yoanda

Gracia : iya, bener. Ini siapa ya?

Melody : aku Melody

Gracia : ooh.. ada apa kak?

Melody : Dendhi nelpon kamu nggak?

Gracia : nggak tuh kak, emangnya kenapa?

Melody : waduh…

Gracia : kenapa kak? Ada apa sama kak Dendhi?

Melody : Kakak kamu nggak ada kabar, sudah tiga jam

Sontak air mata Gracia menetes. Dia berpikir bahwa Dendhi meninggal.

Melody : Gracia? Halo?

Tak ada jawaban dari Gracia

???????? : Mel, ada kabar dari Dendhi. tutup panggilan itu

Melody : Ya udah, Gracia, nanti kakak telpon kamu

Melody langsung menutup panggilan itu. Gracia kini menangis. Sedangkan sodia kini sedang memeluk Gracia, berharap bahwa ia akan sedikit lebih tenang. Tiba-tiba Hp milik Sofia berbunyi. Ternyata itu panggilan Skype dari Rafles.

Sofia    : kakak? Apa kabar? Gimana keadaan di sana?

Rafles  : Baik kok Sof. Temen kakak lagi berusaha nelpon kantor. Lagi di mana kamu?

Sofia    : lagi di rumah temen kak, kakak mau ngomong?

Rafles  : Iya

“Gracia, ini kakak ku mau ngomong sama kamu” Sofia memberikan Hp nya ke Gracia

Gracia : halo

Rafles : halo juga, temennya Sofia ya?

Gracia : iya kak.

Rafles : Siapa nama kamu?

Gracia : Shania Gracia kak, biasa di panggil Gracia

Rafles : Shania Gracia?? Kamu adiknya Dendhi

Gracia : iya, kok kakak tau?

Rafles : ya tau lah, kakak kan temen nya pas SMA, ini orang nya

Rafles lalu menyeret Dendhi yang telponan

Dendhi : Mel, nanti lagi ya, ada urusan penting

Gracia : lho.. kakak?

Dendhi : eh.. Hai Gre, kamu sama siapa nih?

Gracia : sama temen ku kak, nama nya Sofia

Dendhi : Ooh. Oke deh, nanti di lanjut lagi ya

Dendhi lalu mematikan Video-call itu

“lho Den, kok di mati in. aku masih kangen sama adikku” ujar Rafles sebal

“kalo mau calling an mending pake voice call, jangan pake Video-call” ujar Dendhi

“bener juga sih, tapi nggak nyangka ya kalo adik kita bakal jadi temen akrab. Berarti mereka ngikutin kita” balas Rafles.

“hahaha… iya kali” ujar Dendhi

Mereka berdua melanjutkan perjalanan, matahari kini mulai menghilang, dan bulan perlahan mulai menyinari langit desa itu. Mereka tak menemukan perlawanan yang berarti dari penduduk desa itu. Mereka terus berjalan. Hingga mereka sampai di depan gereja. Di depan gereja terdapat tulisan sandi kotak.

“Berlian ada di dalem, cepet kalian masuk, tertanda dari Matahari”

“Matahari? Perasaan di paspampres nggak ada nick name matahari deh, Yoshi itu kan Cheetah, aku itu burung hantu, sedangkan kamu kan koala” kata Rafles heran.

“siapapun yang nulis ini pasti orang ini baik, dan berasal dari Indonesia” kata Dendhi

“let’s save diamond” ujar Rafles yang berusaha masuk.

“Fix, kita gak bisa masuk” kata Rafles.

“kunci nya sih kecil” ujar Dendhi

“wait…wait…wait..”mata mereka terbelalak

“Kunci yang ada di rumah itu” ujar mereka bersamaan

“kunci nya kamu bawa kan?” tanya Dendhi

“iya, ini” ujar Rafles sambil menunjukkan kunci nya, dia lalu memasukkan kunci itu ke lubang kunci, Dendhi perlahan-lahan membuka pintu gereja itu.

“We did it!” Ujar Dendhi.

 

DENDHI POV

Kami mulai masuk ke dalam gereja itu, dan ternyata banyak amunisi di dalem gereja itu, lengkap banget. Mulai dari Handgun, sampe Sniper. Mantep deh. Semoga aja sampe nanti masih banyak amunisi. Tapi jujur, aku masih penasaran sama Inisial Matahari yang tadi nulis pesen di tanah pake Sandi kotak itu. Wait, wait, wait. Matahari, aku dulu kayak pernah tau inisial itu, sebenernya sih bukan inisial. Melainkan nama samaran. Itu dulu nama panggilan ku sama seseorang, mungkin dia kini udah sukses di Amerika jadi pelukis, nama nya Ratu Vienny Fitrilya, dia itu kalo ngelukis dulu selalu bunga matahari, entahlah kenapa, mulai dari situ aku manggil nya matahari.

“Den, ayo kita cari berlian” ujar Rafles yang membuyarkan lamunanku. Emang kampret tuh orang.

Jujur sih, Berlian nya cantik banget. Masih loli-loli gitu :v, maklum lah. Pas briefing waktu itu di sebutin usia nya dia yang baru tujuh belas tahun, aku kira dia masih umur dua belas tahun, emang muka itu kadang bisa nipu, contohnya adalah Rafles, iya. Rafles, temen yang nggak sengaja ketemu sama aku, wajahnya sih kayak om-om. Tapi usia dia masih dua puluh satu, seumuran lah sama aku :v, *semoga orang asli nya gak baca ff ku ini, kalo baca mungkin tinggal nama aku* *Abaikan

“Den, coba kita ke lantai dua” Rafles ngajak aku buat menjelajah lantai dua.

Perlahan kita mulai menjelajah. Rafles dari tadi ngambil peluru Handgun doang. Mungkin karena cuman itu aja yang aku kasih ke dia. Ada sebuah pintu sih, tapi entah kenapa kita di suruh masukkin password.

“Password? Kita baru aja nyampe di sini kok di suruh masukin password” ujar Rafles.

“Kalem sam (bacanya dari kanan ya :v), kita cari pelan-pelan”  aku berusaha menenangkan dia

Kami perlahan mencari password itu entah lah, tapi jujur aku sedikit bingung sama password ini, perasaan dari tadi kita pas masih di desa nggak nemuin petunjuk sama sekali tentang password itu. Aku nggak sengaja ngelewatin sebuah lukisan, dan nggak sengaja nemuin tulisan angka 2583

“Ini password nya raf” aku berteriak, asli nggak peduli teriakan ku bakal ngundang monster atau apapun, aku nggak peduli

“mana.. mana?” tanya Rafles

“ini, 2583” ujar ku

“Hore..” Rafles kok tiba-tiba meluk aku ya??

“Oiii.. jangan maho kampret” asli bingung aku, siapa yang meluk, kok aku yang di bilang maho

“sekarepmu lah” ujarku singkat, asli males kalo debat sama anak yang otaknya separuh… (Om Raf.. jangan baca ff ku khusus part ini ya :v)

“ayo masuk” kata Rafles, entah kenapa nih anak jadi semangat ya? Padahal tadi mukanya itu udah di tekuk, kayak orang yang nggak ada semangat hidup, 11-12 lah sama warga desa yang dari tadi aku bunuh.

Rafles masuk duluan

BUUUG…

“Anjriiit.. emak…. Demi apapun, ini sakit” Rafles setengah berteriak.

“stay away from me” seorang anak berusia tujuh belas tahun berteriak, wajahnya persis banget kayak yang ada di foto. Jangan ketipu Den, mungkin aja ini Cuma bunshin. *efek kebanyakan nonton Naruto, abaikan

“Lho, kak Rafles?” tanya Michelle

“Sakit njir.. aku bukan hewan, kok malah kamu gebuk, udah gitu full power banget ngegebuk nya” ujar Rafles sambil mengelus-elus perutnya yang tadi di pukul Michelle.

“Michelle, nama ku Dendhi Yoanda, aku di sini pengen nyelametin kamu keluar dari desa ini” kata ku mengawali pembicaraan dengan dia

“Papa gimana? Papa selamet nggak?” tanya Michelle penasaran.

“I..iya, dia lagi di kantor kedutaan besar di Madrid” balas ku

Michelle tetep aja diem, pandangan matanya terus nggak lepas dari wajahku

“neng, lu perhatiin nggak sih?” tanya ku sebal.

“sorry, nama kakak siapa?” tanya nya lagi

“bazeeeeng…” asli aku sebel sama dia, dia ternyata sama kayak Gracia, adikku. Nyebelin, aku ngomong panjang lebar, dia malah ngelamun gak jelas

“intinya nama ku Dendhi Yoanda, aku bukan orang jahat.” Kataku dengan sebal

“tapi kok wajah kakak kayak orang mesum ya?” tanya nya polos..

Jujur sih, itu sakit banget buat aku. Karunia dari orang tua ku malah di anggep wasum (Wajah mesum). Aku noleh ke arah Rafles, dia lagi ketawa.

“ayo keluar” ajakku pada mereka

“bentar, aku mau ngambil senjata ini, lumayan. Uzi” kata Rafles

 

AUTHOR POV

(cukup ya sesi gesrek-menggesrek nya ya :v kita serius lagi)

Mereka keluar dari ruangan itu. Mereka kembali ke lantai satu.

“wow, it’s seems like you have nine lives mr. Dendhi (Wow, kayaknya kamu punya Sembilan nyawa pak Dendhi)” ujar seseorang dengan jubah ungu

“njirrr.. dikira kucing kali aku punya Sembilan nyawa” kata Dendhi dalam hati.

“Who are you? (Siapa kamu?)” tanya Dendhi

“I’m Osmund Saddler, the leader of Los Illuminados (aku Osmund Saddler, pemimpin dari los Illuminados)” kata Saddler

Rafles yang datang paling belakang langsung kaget.

“are you..?” tanya Rafles terpotong

“Yes, I’m Saddler” ujar orang itu

“and unfortunately, I’m not let you get out of here safely (dan sayang nya, aku nggak akan membiarkan kalian keluar dari sini hidup-hidup)” ujar Saddler, yang tiba-tiba masuk dua orang dengan jubah hitam sambil memegang Crossbow.

“kak, dia nyuntik kan sesuatu di leherku” kata Michelle

“Hei. What have you done to Michelle?” tanya Dendhi

“none of your Bussines ( bukan urusanmu)” balas Saddler

“Raf, ini terlalu beresiko kalo kita ngelawan mereka. Kita bawa berlian.kalo nggak ada berlian gitu ayo” kata Dendhi

“lari Raf” Ujar Dendhi yang lalu menarik tangan Rafles dan Michelle.

CETAAAAR…

 

To Be Continued

Author’s note : makasih buat kalian rek yang udah baca dan komentar di part-part sebelumnya dari ff ku yang judul nya Zombie attack. Maaf kalau mungkin sampe akhir Mei, ff ku ini sedikit telat. Lagi persiapan buat ikutan SBMPTN tahun ini. God Bless You all

@Dendhi_yoanda & @MichelleTeofani

11 tanggapan untuk “Zombie Attack, Part 4 : Entering The Church

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.