Sebuah Cinta dan Kenangan, Part19

Sendiri, menangis dalam ketidaktahuan. Melihat dua sosok berjasa dalam hidup dalam kondisi terdiam dengan cairan merah yang mengalir. Apa yang terjadi ? Mengapa mereka tak merespon pangilan, teriakan yang dikeluarkan dari pita suara. 

Bingung. Hanya bisa menangis. Menangis dalam ketakutan yang menyelimuti malam. Merintih perih dengan memegang kening yang tertera bercak darah. Tak banyak yang bisa dilakukan di usia kecilnya.

Benda berjalan berlapis bahan keras dengan bagian depan ringsek menjepit dua sosok manusia. Asap yang keluar lama kelamaan semakin bertambah banyak.

Suara sirine mulai mendekat membawa pertolongan. Tak lama pintu dibuka oleh seorang wanita paruh baya mencoba mengangkat korban yang masih selamat. Dengan gerakannya lembut ia menenangkannya.

Sosok Naufal kecil harus melihat kedua orang tuanya terdiam tanpa nafas sedang dievakuasi oleh beberapa tim medis.

“Ibu…papa…” Ucapnya dalam tangis.

Perjalanan malam terakhir dan liburan terakhir yang Naufal kecil bisa rasakan bersama kedua orang tuanya. Ia tak menyangka bahwa malam itu adalah malam yang memaksa mereka berpisah dalam dua dimensi alam yang berbeda.

Setelah kejadian mengerikan malam itu, Naufal hidup tanpa semangat. Hari-hari yang dilalui tak seceria anak lainnya akibat shock. Murung dan pendiam. Tetapi syukurlah, lambat laur kebiasaan tersebut dengan perlahan mulai hilang. Sosok ibu baru dalam hidupnya telah datang membawa kasih sayang dan kesabaran.

Hari baru terus berganti seiring dengan perilaku baru yang datang. Hidup dalam lingkungan dan nasib yang hampir sama dengannya membuat Naufal sadar akan sesuatu. Bahwa ia tak harus selamanya meratapi suatu hal yang sudah terjadi. Semua sudah pada alurnya. Percaya bahwa rencananya lebih indah dari yang kita inginkan dan kita bayangkan.

Entah kenapa Naufal tiba-tiba teringat akan kenangan kecilnya hingga ia bisa hidup dan terurus seperti sekarang berkat ibu panti yang membawanya.

“Terima kasih banyak untuk semuanya, ibu Ranti (ibu panti)” Ucap Naufal.

“Terima kasih sudah mampu menarikku dari lubang gelap didasar sana. Terima kasih sudah mau merawat, membimbing dan mendidikku dan anak-anak lainnya. Terima kasih banyak”

“Dan untuk kalian, ibu dan papa yang telah tenang disana” Ucap Naufal memandang langit malam penuh dengan taburan berjuta-juta bintang.

“Semoga kalian bisa liat anak ini yang telah menjadi besar dan bahagia. Semoga kalian juga ikut bahagia”

Naufal menyeka air mata dengan senyuman yang mengikuti. Sebuah senyum kebahagiaan.

“Tok ! Tok ! Tok !” Ketukan pintu membuat Naufal berbalik.

“Fal, ada yang cariin kamu diluar” Ucap ibu panti.

“Siapa bu ?” Tanya Naufal sambil berjalan kearah pintu kamarnya.

“Temennya kak Erza” Jawab ibu panti saat pintu sempurna terbuka dengan memperlihatkan sosok Naufal didepannya.

“Ada apa ya ?” Batin Naufal.

“Maaf nak kalo agak lama” Ucap ibu panti saat sampai diruang tamu.

“Ngga kok bu”

“Eh, hai ! Kamu Naufal kan ?”

“Iya” Balas Naufal ikut duduk.

“Kenalin, aku temennya Erza. Namaku Anin, ini Sinka dan yang itu Rezki” Ucap Anin memperkenalkan.

“Hai, salam kenal” Ucap Sinka.

“Iya, salam kenal juga”

“Yoo bro, gue Rezki James Bond” Ucap Rezki dengan gaya sok coolnya.

“Rezki James Bond ? Jamban baru iya” Sinis Sinka.

“Napa si lu ?!” Balas Rezki.

Momen absurd bertahan beberapa waktu dikarenakan Sinka maupun Rezki tak ada yang mau mengalah, saling adu ejekan.

“Udah-udah ! Kalian apaan sih ? Ini dirumah orang, punya malu napa ?” Ucap Anin yang tak tahan.

“Maaf ya bu, temen-temen saya emang suka gini kalo efek obatnya udah habis” Lanjut Anin.

“Ga papa kok, kan jadi rame. Kalo jam segini anak-anak yang lain udah pada tidur jadinya sepi”

“Oh iya, tante kemarin yang jenguk Shani dirumah sakit kan ?” Tanya Anin.

“Iya. Gimana kondisinya nak Shani sekarang ?”

“Udah jauh lebih baik dari kemarin kok, tan”

“Syukur deh, tante ikut senang. Kalo gitu ibu tinggal ga papa kan ?”

“Ga papa kok bu” Balas Anin tersenyum manis.

“Maaf kak, jadi ada apa ya ?” Tanya Naufal.

“Oh iya hampir lupa. Hahaha”

Anin membuka tas sekolah yang ia bawa dan merogoh sesuatu didalamnya.

“Lengkap !” Ucap Anin setelah memastikan isi didalamnya masih lengkap.

“Ini…” Ucap Anin memberikan tas tersebut.

Naufal hanya kebingungan saat dipaksa untuk menerimanya.

“Besok kamu berangkat ke sekolah SMA N 87. Jangan sampai telat dan jangan lupa temui kepala sekolah dulu” Ucap Anin menjawab kebingungan yang Naufal tunjukan.

“Maksudnya ?”

“Aduh…mulai besok kamu bisa sekolah lagi. Semua biaya keluarga Erza yang tanggung. Kamu tinggal masuk dan belajar aja yang rajin” Ucap Anin tersenyum manis.

“Jangan tolak dan jangan sia-siain. Erza berjuang keras buat yakinin kedua orang tuanya buat ini loh. Habis sekolah ke rumah Erza” Lanjut Anin.

“Makasih banyak kak” Ucap Naufal bangkit dan membungkuk.

Saat Naufal membungkuk, ia sempat tak sengaja memandang ke arah dada putih milik Anin. Naufal memandang cukup lama memandang bagian itu hingga ia kembali ke posisinya.

“Kalo gitu, kita pamit pulang dulu ya fal” Pamit Anin sambil bangkit dari duduknya disusul Sinka dan Rezki.

“Jangan bangun keaiangan, besok hari pertama masuk sekolah loh dan jangan lupa juga beritau ibu pantinya. Hehehe. Kita pulang ya” Ucap Anin dengan senyum manisnya.

“I…iya, makasih banyak. Hati-hati pulangnya semua”

Setelah itu Anin, Sinka dan Rezki benar-benar keluar dan terdengar suara deruan mesin mobil menyala. Suara semakin menjauh dari pendengaran.

“Kayaknya aku kenal sama kalung yang kak Anin pake ? Kaya kalung yang aku kasih dulu ke… Rahma ?” Batin Naufal.

Sementara itu diwaktu yang sama namun ditempat yang berbeda.

Petikan demi petikan alunan gitar menyerauk dalam satu ruangan hingga mengalir ke luar lewat sela-sela celah yang terdapat.

Erza mengisi malam yang sunyi dengan bernyanyi. Sementara Shani menjadi penikmat yang baik. Dengan alunan lembut petikan membentuk sebuah nada yang indah untuk didengar oleh telinga. Erza menyanyikan sebuah lagu dari penyanyi luar negri. FireHouse I Live My Life For You.

You know you’re everything to me and I could never see

The two of us apart

And you know I give myself to you and no matter what you do

I promise you my heart

I’ve built my world around you and I want you to know

I need you like I’ve never needed anyone before

Dari penikmat lagu. Shani ikut bernyanyi bersama Erza saat memasuki bait reff dengan alunan lembutnya. Sungguh komposisi yang bagus untuk bernyanyi. Orang lain bisa memujinya jika mereka bernyanyi di depan umum. Sungguh indah dan enak.

I live my life for you

I wanna be by your side in everything that you do

And if there’s only one thing you can believe is true

I live my life for you

Bait demi bait lirik mereka nyanyikan secara bersama dengan kompaknya.

Setelah lagu selesai dinyanyikan. Hanya senyum yang tergambar dari bibir mereka masing-masing. Saling menatap.

“Enak juga ya kalo nyanyi bareng gini” Ucap Shani tersenyum manis.

“Lagunya ngena banget” Tambah Shani.

“Suka ?”

“Suka banget. Soal Naufal gimana ?” Tanya Shani.

“Udah diurus Anin sama yang lain. Udah beres dan besok udah bisa langsung masuk sekolah”

“Udah malam nih, tidur gih” Ucap Erza sembari meletakan gitarnya disamping meja kecil.

“Bareng…” Manja Shani.

“Apaan ? -_- ”

“Bercanda doang kali” Ucap Shani tertawa kecil melihat ekspresi Erza.

“Tapi belum ngantuk” Tambah Shani.

Shani tersenyum sambil menerawang langit-langit ruangannya.

“Za….” Panggil Shani lirih.

Erza menatap saat Shani memegang lembut salah satu tangannya. Dari genggangan lembut kian lama kian erat. Erza membalasnya.

“Kadang setiap waktu yang dilewati merasa seperti dihentikan dengan paksa. Kadang waktu terasa akan berjalan lebih cepat dari yang diharapkan” Ucap Shani.

“Hal menyenangkan yang selalu ingin aku rasakan bersamamu tanpa ada yang membatasi. Memang terdengar lebay atau apalah, tapi…itu lah yang aku rasakan dan apa yang aku inginkan”

Erza tersenyum mendengarnya. Mengelus punggung tangan Shani dengan ibu jarinya dengan lembut dan dengan gerakan teratur.

Shani menatap tepat kearah mata Erza

“Jangan tinggalin aku za…” Lirih Shani.

Erza tersenyum, “kepercayaan mahal harganya. Aku ga akan pernah buat harga mahal itu tak berarti. Aku bakal jaga kepercayaan yang kamu kasih, kepercayaan buat jaga, kepercayaan buat sayang dan kepercayaan lainnya yang kamu kasih itu.”

“Seberapa berharganya bagi kamu kepercayaan yang aku kasih ?”

“Seberapa ? Semua ga bisa diukur. Semua akan terjawab dan kamu akan tau sendiri seiring berjalannya waktu”

“Janji buat ada terus ?”

Shani mengangkat jari kelingkingnya.

“Mmm…. ?” Erza berpura-pura berpikir.

Erza mengaitkan jari kelingking ke jari milik Shani.

“Entah lah” Ucap Erza kemudian.

“Isshhh…. Nyebelin kan”

“Tidur ah, bandel banget dibilangin”

“Iya-iya, bawel !” Balas Shani.

“Tuhkan malah dibilang bawel”

“Kamu emang bawel….” Ucap Shani.

“Bawel tapi ngangenin” Tambah Shani dengan diikuti gerakan tangannya mencubit sebelah pipi Erza.

Shani dengan perlahan mulai memejamkan matanya dengan tangan masih menggenggam tangan Erza. Erza terdiam memandang wajah tenang Shani saat itu. Hanya senyum yang dapat Erza tunjukan saat melihatnya.

“Hallo !” Suara sapaan malam dari pita suara perempuan.

Suara yang mengagetkan bagi pendengar.

“Eh, bangke !” Erza yang tadinya ikut perlahan memejamkan mata kaget mendengarnya.

Erza langsung menatap tajam kearah suara dengan detak jantung yang tak berarturan. Si pembuat suara hanya bisa tersenyum lebar melihat ekspresi kaget dan kesal yang Erza tunjukan.

“Gue bisa jantungan Anin” Ucap Erza dengan kesalnya.

“Kalo jantungan mah gampang, ini kan dirumah sakit”

“Ya terus ?”

“Kan gampang bawa kerumah sakitnya kalo emang lu jantungan”

“Rese lu nin”

“Eh, Shani dah tidur ?”

“Ya seperti yang lu lu pada liat. Untung Shani ga sampe kebangun kalo sampe mah…”

“Apa ?” Tantang Anin.

“Gue kunciin lu dikamar mayat nin”

“Ya tadi si awalnya kaya bingung gitu, tapi pas udah kita jelasin Naufal ngerti” Ucap Anin.

“Jadi ini rencana yang lu bilang itu za ? Sekolahin Naufal lagi” Tanya Rezki.

“Iya, selain sebagai tanda terima kasih juga itu emang niat gue dari dulu. Anaknya pinter, rajin makanya gue pengen dia lanjutin sekolahnya lagi” Ucap Erza.

“Tapi tadi semua barang kebutuhan buat sekolah besok lengkap kan nin ?” Tanya Erza.

“Lengkap, tanpa gue ngutil satu pun”

“Yakali lu mau ngutil nin -_- ”

-oOo-

Suasana umum sebuah sekolah saat jam istirahat tiba. Ramai dengan berbagai siswa maupun siswi. Bantak diantaranya berkumpul diksntin sembari mengisi perut maupun hanya sekedar membasahi kerongkongan yang kering selama pelajaran yang telah dilewati.

Ada juga beberapa murid yang lebih memilih berdiam diri didalam kelasnya. Tidur maupun ngrumpi dengan kelompoknya. Begitu juga dengan Naufal yang masih berstatus murid baru dikelasnya.

Naufal baru memiliki dan baru tau beberapa nama teman kelasnya. Bisa dihitung dengan jari.

“Bro, tau ga yang namanya Anin ?” Tanya Naufal pada teman sebangkunya.

“Anin ? Anindhita maksud lo ?”

“Aku ga tau nama panjangnya siapa, cirinya sih badanya agak kurang tinggi, agak ndutan dikit tapi lucu gitu lah tapi pokoknya Anin yang temennya kak Erza, kak Shani sama yang lain”

“Oh iya, itu mah Anindhita ya emang sih nama panggilannya Anin. Lu kenal sama dia ?” Tanyanya.

“Baru kenal semalam sih. Tau ga kelas berapa ?”

“Dia mah kakak kelas kita bro.

“Bisa kasih tau ga dimana kelasnya berada ?”

Naufal berjalan menelusuri lantai keramik. Banyak pasang mata yang mengawasi setiap Naufal melangkahkan kakinya. Mungkin dikarenakan mereka baru pertama kalinya melihat sosok Naufal disekolah.

Banyak diantaranya yang ingin mengajak berkenalan atau hanya sekedar bergumam tanpa jelas apa yang dibicarakan.

Naufal terua berjalan hingga ia berhenti disalah satu depan ruang kelas dengan terdapat lumayan siswi maupun siswa didepannya. Naufal mencoba mendekatinya.

“Permisi kak…” Ucap Naufal sopan.

“Iya” Semua menengok ke arah Naufal.

“Apa ini bener kelasnya kak Anin ?”

“Iya bener, ada perlu sama Anin ?” Tanya salah satunya.

“Ah, itu….”

Naufal bingung akan apa yang dijawabkan. Kenapa ia datang ke kelas Anin dan dengan sengaja menanyakan keberadaan Anin pasa orang lain.

“Eh, kamu murid baru ya ?” Tanyanya.

“Iya kak, hari pertama masuk sekolah” Jawab Naufal.

“Pantesan baru liat”

“Bentar ya, aku panggilin Aninnya dulu. Ada didalam kok” Tambahnya.

“Eh kak…” Naufal ragu-ragu.

Salah satu siswi masuk kedalam kelas dengan tujuan memanggil Anin.

“Naufal ya ?” Ucap Anin saat didepan kelas.

“Eh ? H…hai kak”

“Ada apa ya ?”

“Ga kok kak, tadi lagi jalan-jalan aja terus mampir aja deh kesini” Balas Naufal berbohong.

“Kol kamu tau kelas kakak ? Kamu kan baru masuk”

“DEG !”

Sial. Mungkin itu yang dipikirkan oleh Naufal saat itu. Kenapa ia bisa terlihat bodoh seperti itu didepan Anin. Baru masuk udah tau kelasnya dimana, nemuin Anin tanpa alasan jelas.

“Ah, itu…denger aja tadi dijalan kak” Bohong Naufal.

“Yang bener ?”

“B..bener lah kak, masa aku bohong ?”

“Yaudah deh, jangan dipikirin” Ucap Anin.

“Duduk sana aja ?”

Tunjuk Anin pada salah satu bangku yang menghadap tepat kearah lapangan Basket, dimana disana terdapat sekumpulan anak yang sedang bermain sambil memperebutkan bola merah untuk dimasukan ke dalam ring.

Tepat dengan posisi duduk beraebelahan bersama. Anin, Naufal dari pertama menjatuhkan tubuhnya diatas bangku, mereka masih terdiam tanpa mengeluarkan percakapan hanya untuk sekedar basa basi.

“Udah lama tinggal dipanti ?” Anin membuka percakapan dengan hati-hati.

“Udah kak, dari aku umur Empat tahun”

Anin kembali terdiam memikirkan kata apa yang akan ia ucapkan kembali pada Naufal. Begitu juga sebaliknya yang terjadi pada Naufal.

“Na…” Anin ingin mengucapkan sesuatu pada Naufal tapi disaat waktu yang trpat dengan datangnya suara bel masuk.

“Eh, udah bel masuk kak” Ucap Naufal.

Anin hanya diam.

“Aku ke kelas dulu ya kak” Naufal bangkit dari posisi duduknya.

“Oh iya kak, kalo mau main ke panti tinggal main aja, anak-anak juga seneng kok kalo ada temen baru” Ucap Naufal tersenyum.

“Ah i..iya” Balas Anin.

Naufal mulai pergi menjauh dari hadapan Anin.

“Ada apa sih sama gue ? Kok jadi gini ?” Ucap Anin.

“Kenapa gue bisa kaya gini depan Naufal yang notabene nya masih sebagai murid baru dan kenalan baru, baru semalam ?”

“Ahh…”

Anin menampar kecil pipinya sendiri dan dilanjutkan dengan gerakan bangkit dari duduk nya dan berjalan mendekat ke kelasnya.

*bersambung….

 

Kritik dan saran diperlukan. Maaf jika masih banyak typo dan alur cerita absurd dan makin ga ngenakin.

 

Wali Murid : Shanji bukan Shanju

6 tanggapan untuk “Sebuah Cinta dan Kenangan, Part19

  1. Setelah lama jadi silent reader akhirnya mulai keluar dari zona aman . Buat gue ini cerita yang gue ikutin terus . oh ya salam kenal buat semua bagian dari KOG

    Suka

  2. Setelah lama jadi silent reader gue berani kan keluar dari zona aman . Gue suka banget sama cerita ini dan salam kenal buat semua keluarga KOG

    Suka

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.