Death Game, Part7

Lantai dua gedung L terbilang sangat sepi. Meskipun raungan-raungan para peserta yang berubah menjadi zombie itu terdengar jelas dari lantai satu. Entah kini sudah berapa banyak orang yang menjadi korban keganasan zombie.

Lidya, Falah, Kevin, Faisal dan Yona masih saja berkeliling dilantai dua. Akhirnya mereka pun pergi menuju sebuah jendela yang cukup lebar.

“Yakin?” Lidya nampak pucat setelah mendengar rencana Kevin.

“Ga ada jalan lain lagi.” Kevin pun membuka jendela itu.

“Coba kuat ga gentengnya?” tanya Falah.

Kevin pun keluar melalui jendela. Kini ia mengetes genteng yang digunakan sebagai pijakan. Kevin melangkahkan kakinya mendekati sebuah pohon yang tumbuh menjulang dekat jendela tempatnya keluar.

“Coba Vin, lompat ke pohon itu,” kata Yona.

“Ga perlu lompat Yon, kan itu cabangnya nyentuh ke genteng, tinggal lewat situ aja,” kata Faisal.

“Bawah aman ga Vin?” tanya Falah.

“Aman kok…, gue duluan yak.”

Kevin pun melangkahkan kakinya ke cabang pohon itu. Saat didekat cabangnya ia sengaja merayap sambil berpegangan pada cabang pohon. Setelah dekat dengan cabang, Kevin pun turun sambil berpegangan kepada batang pohon itu.

“Ikutin cara tadi, aman kok, cabangnya kuat,” kata Kevin yang sudah selamat sampai dibawah.

“Ah… ayolah males banget ngelakuinnya,” kata Yona.

“Takut jatuh yak?” tanya Falah.

“Ya iya lah!” jawab Yona.

“Aku dulu aja,” kata Faisal.

Faisal pun melangkah keluar, melalui jendela. Ia juga mengikuti cara-cara seperti Kevin tadi. Untungnya cabang pohon itu masih kuat menahan badan Faisal. Setelah Faisal turun, kemudian disusul oleh Yona.

“Hati-hati Yon,” kata Lidya yang mukanya semakin pucat.

“Pelan-pelan Yon,” kata Kevin yang sudah ada dibawah.

Yona pun mengikuti cara-cara yang sudah ditunjukan Kevin. Mulai dari merangkak dicabang, hingga berpegangan saat turun melewati batang. Sialnya saat Yona masih berusaha turun dari pohon, terlihat beberapa zombie datang menghampiri mereka.

“Cepet Yon!” kata Kevin.

“Ada zombie Yon, buruan!” kata Falah.

Gerombolan zombie mulai meraung-raung tidak karuan. Hal itu membuat Yona menjadi terburu-buru dalam menentukan pijakan turunnya.

“Lompat aja Yon! Udah ga terlalu tinggi kok,” kata Lidya.

“Gila!!!” jawab Yona.

“Buruan Yon!” kata Kevin yang masih menunggu dibawah pohon.

“Iya I… AAAA….” Sialnya Yona malah terpleset. “Auuu…. sakit.”

“Buruan bangun Yon.” Faisal pun menawarkan lengannya untuk membantu Yona berdiri.

“Thanks…”

“Sakit kaga?” Yona hanya menggeleng.

“Emm… guys, sorry itu udah pada deket, mendingan buruan pada kabur,” kata Falah yang masih berada diatap.

“Woghh…. iya, buruan kabur,” kata Kevin.

Faisal, Yona dan Kevin pun pergi berlari meninggalkan gedung L. “Fal… kalau udah nemuin Viny, kontakin kita!” teriak Kevin.

“Sip!” jawab Falah.

Falah yang berada diatap, masih melihat para zombie mengejar Yona, Kevin, dan Faisal yang sudah beralari menjauh dari gedung L. Falah pun kemudian menaiki jendela lagi dan masuk kedalam gedung L.

“Jadi gimana?” tanya Lidya.

“Cari jalan lain yuk.” Falah pun melangkahkan kakinya duluan, tidak lama Lidya mengikutinya dari belakang.

Mereka kembali pergi ke lantai pertama, ternyata masih ada zombie yang berusaha masuk melalui pintu tralis. Falah pun kembali pergi ke lantai dua dan mencari tangga lain.

“Emmm…. ada tangga darurat ga ya,” kata Falah.

“Harusnya sih ada,” jawab Lidya.

Mereka kembali melangkah melewati lorong-lorong gelap. Hingga akhirnya Lidya tiba-tiba terdiam sebentar dan mengambil sesuatu yang tertempel di dinding.

“Lah iya kamu belum punya alat buat lindungin diri ya,” kata Falah.

“Ini cocok dong pastinya.” Lidya pun menunjukan kapak yang baru saja ia ambil tepat disamping tabung pemadam kebakaran.

“Berat ga?”

“Emm… mayan, tapi masih kuat sih.” Tiba-tiba Lidya mengayunkan kapaknya ke sebuah pintu yang ada disampingnya.

“Mantap nih kayanya,” kata Lidya. “Eh.. eh… nyangkut.”

“Lah…. ya udah sini biar aku yang cabut.” Falah pun mencabut kapak tadi yang tertancap dipintu. “Nih kapaknya.”

“Thankyou.”

“Ya udah yuk cari jalan lain.” Lidya pun mengangguk.

Lidya dan Falah pun pergi menyusuri lantai dua itu. Mereka pergi ke sudut bangunan tempat dimana biasanya pintu darurat berada. Cukup lama mereka berdua berkeliling lantai dua, hingga menemukan sebuah pintu dengan lampu berwarna merah menyala diatasnya.

“Pintu darurat!” kata Lidya.

Falah dan Lidya pun segera berlari kesana. Setelah didepan pintu, mereka berdua pun membuka pintu menggunakan smart watch milik Lidya.

“Pelan-pelan Lid.”

“Buruan dong, Emm… susah dibuka ini pintu lantai satu.” Lidya berusaha mendorong pintu keluar yang ada dilantai satu. “Susah Fal.”

Falah pun menghampiri Lidya dan mencoba membuka pintunya.

“Ditarik ok bukan didorong.” Pintu pun terbuka saat ditarik oleh Falah.

“Hehe… udah yuk buruan,” kata Lidya.

Mereka pun keluar dari pintu tangga darurat. Lalu pergi meninggalkan gedung L melewati jendela yang ada dilantai satu.

“Kayanya ini zombie makin banyak deh Fal,” kata Lidya.

“Weh… iya pada keluyuran, jadi gimana?” tanya Falah.

“Kesana-kesana, kebelakang perpus ga ada zombie!” kata Lidya.

Mereka berdua pun segera berlari ke arah belakang perpus. Disana tempatnya cukup teduh, terlebih tidak ada zombie yang berkeliaran disekitar mereka.

“Jadi kita cari Viny kemana?” tanya Falah.

“Hmm…. kemana yak.”

“Terakhir deh kamu liat dimana?”

“Deket asrama cewek.”

“Ya udah kita kesana.” Baru saja Falah berniat melangkah, tiba-tiba lengannya ditahan oleh Lidya.

“Eh…. disana banyak zombie, jangan dulu kesana.”

“Ya tapi kan orang yang kita cari juga berubah jadi zombie.”

“Jangan dulu kesana deh, kita diem dulu cari jalan biasa. Liat kan didepan sana banyak zombie mendingan kita muter atau kemana kek.”

“Ya udah cek dulu peta coba,” kata Falah yang kini sudah duduk sambil bersandar kepada tembok.

Saat sedang bersandar ke tembok, Falah terus mengawasi situasi sekitar. Terlihat dari kejauhan zombie-zombie berjalan tak tentu arah. Tidak terlihat manusia normal yang berjalan dikerumunan sana. Entah mereka semua dimana, padahal misinya adalah membunuh para zombie itu.

Tiba-tiba kening Falah mengkerut. Ia melihat sesuatu yang aneh, pemandangan yang sebelumnya tidak pernah dilihat olehnya. Mungkin oleh orang lain yang sudah tinggal beberapa hari disini juga belum pernah melihatnya.

“Lid…,” panggil Falah.

“Ya?” Lidya masih melihat peta yang ada di smart watchnya.

“Sejak kapan gedung-gedung pecakar langit jadi pemandangan kampus ini?” tanya Falah.

“Kan emang kampus ini banyak gedung tinggi,” jawab Lidya.

“Bukan-bukan, liat deh sana.” Falah menunjuk sebuah gedung yang nampak menjulang tinggi.

“Loh iya kok ada gedung itu ya?” tanya Lidya.

Gedung berwarna biru tua kini terpampang jelas didepan Falah dan Lidya. Bukan hanya gedung biru tua itu saja. Beberapa pemandangan gedung lain juga terlihat dari tempat Falah dan Lidya.

“Mungkin gempa yang tadi tuh, ini kampus udah mendarat,” kata Falah.

“Ah iya lupa, kemaren-kemaren kan katanya ini kampus terbang ya, sempet ga percaya sih,” kata Lidya.

“Kita cek ke gerbang depan yuk, sekalian cari Viny,” ajak Falah.

“Ya udah deh.” Falah pun beranjak dari duduknya dan kini mereka berdua sudah pergi melangkah menuju gerbang utama.

Falah dan Lidya sengaja mengelilingi perpustakaan, agar cepat menuju gerbang utama. Jaraknyapun sebenarnya tidak terlalu jauh dari belakang perpustakaan. Dari posisi gedung perpustakaan, hanya tinggal lurus terus menuju gerbang.

“Fal… ada zombie disana,” kata Lidya.

“Jadi gimana?” tanya Falah.

“Aku ga mau ngebunuh,” jawab Lidya.

“Tapi kan misinya itu Lid,” kata Falah. “Aku juga sebenernya ga mau, tapi gimana lagi karna terpaksa.”

“Iya sih,” jawab Lidya.

“Ya udah kita ke gerbang utama aja, kalau tuh zombie emang udah ngancem banget ya udah kepaksa kita bunuh.” Lidya pun hanya mengangguk.

Mereka berdua akhirnya berjalan semakin mendekat ke arah gerbang utama. Sementara si zombie hanya diam berteduh dibawah pohon. Lama-lama zombie itu pun menatap Falah dan Lidya. Perlahan ia mulai menyeret kakinya mendekati mereka berdua.

“Mulai ngejar tuh Fal,” kata Lidya.

“Ok bentar, minjem kapaknya Lid.” Lidya pun menyerahkan kapaknya kepada Falah.

Falah pun langsung berlari menghampiri zombie yang mengejar dibelakangnya. Ia pun mengayunkan kapak tepat dileher sang zombie. Dengan sekali tebas, kini kepala dan tubuh si zombie sudah terpisah.

“Zombie sialan,” hardik Falah, kemudian ia pun kembali pergi menghampiri Lidya.

“Nih… Lid.” Falah pun mengembalikan kapaknya kepada Lidya.

Lidya menatap ujung kapaknya sejenak. Ia memperhatikan darah dari sang zombie yang kini tersisa dikapaknya.

“Emm… Fal, apa kamu ga takut gitu ngebunuh orang?” tanya Lidya.

“Mereka udah jadi zombie Lid, lagian misinya kan itu ngebunuh zombie. Emang sih takut awalnya, cuma mau gimana lagi, aku mikirnya mendingan sekarang nurut dan ikutin apa kemauan si topeng brengsek itu.”

“Oh… ok.”

Lidya masih tidak menyangka Falah berani membunuh zombie yang awalnya adalah manusia, calon mahasiswa Nekros University. Sedangkan ia sendiri masih ragu untuk sekedar mengayunkan kapaknya kearah kepala zombie.

Mereka kini semakin dekat dengan gerbang. Pemandangan yang asalnya hanya kabut putih kini sudah terlihat sebuah jalan dengan gedung-gedung serta banguna lain. Sebuah pemandangan yang baru. Padahal awalnya tidak ada yang seperti itu. Apalagi dulu saat mereka anggap tempat yang mereka diami sekarang normal, tidak ada bangunan seperti itu. Didepan gerbang utama ini seharusnya hanya jalan membentang lalu didepannya ada kumpulan kost-kostan. Tapi pemandangan kali ini jauh berbeda.

“Umm… gimana kalau kita coba buka gerbangnya.”

“Jangan!” Lidya dengan cepat melarang Falah untuk membuka gerbang itu. “Aku takut masih ada jebakan disana.”

Mereka berdua pun terdiam. Tiba-tiba Falah berjalan menjauhi gerbang utama itu. “Tunggu sebentar,” katanya.

Falah berjalan ke arah zombie yang tadi ia bunuh. Zombie itu sudah tidak bergerak. Ia menyeret tubuh zombie tanpa kepala, lalu melemparkannya ke arah gerbang. Tiba-tiba sebuah laser keluar dari aspal tepat didepan gerbang itu. Laser itu keluar dari sebuah lobang-lobang kecil yang berada diaspal. Laser itu menancap ketubuh si zombie.

“Ok masih ada jebakan,” kata Falah.

“Udah yuk, cari Viny lagi aja, ngeri lama-lama liatin zombie itu.” Falah pun mengangguk menerima ajakan Lidya.

Lidya masih tak habis pikir, pemuda disebelahnya bisa se tega itu. Padahal pas ia kenal kemarin, pemuda ini terlihat biasa saja. Sama seperti kedua temannya yang lain.

“Cari kemana?” tanya Falah.

“Kan niatnya mau ke sekitaran asrama cewek,” kata Lidya.

“Oh yaudah yuk.”

Mereka berdua sengaja mengambil jalan melewati danau. Lalu pergi ke sekitaran gedung Fakultas Industri Kreatif atau Fakultas Desain. Disana mereka bertemu beberapa manusia yang pasti bukan zombie. Terlihat dari cara mereka jalan. Sama seperti Lidya dan Falah, mereka juga membawa sebuah senjata, berlumuran darah. Mungkin hasil membunuh zombie.

Tiba-tiba ada seorang zombie yang datang dari belakang Lidya. Zombie itu langsung mencengkram pundak Lidya. Lidya yang kaget langsung mencoba melepaskan cengkraman tangan zombie itu. Falah juga ikut membantu. Falah langsung menendang tepat diperut sang zombie, hingga membuat zombie itu terdorong beberapa meter dari tempat mereka.

Tapi si zombie masih bersikeras mencoba menyerang Lidya. Lidya pun mengangkat kapaknya dan bersiap melawan zombie itu.

“JANGAN!” teriak seseorang dibelakang sang zombie.

Kapak pun menancap tepat dikepala si zombie. Zombie itu pun berteriak kesakitan. Darah berwarna merah pekat langsung melumuri t-shirt bergambar bebek yang dipakai si zombie.

Kini dibelakang si zombie sudah ada seorang cewek dengan jaket berwarna ungu, serta dua orang cowok disampingnya. Cewek dengan jaket ungu itu langsung terduduk lemas, dengan air mata yang mulai mengalir membasahi pipinya.

“E.. Elaine…,” ucap Gracia.

Lidya yang mengetahui itu langsung mencabut kapaknya dari kepala si zombie. Sang zombie pun langsung tergeletak tidak berdaya diaspal depan Fakultas Industri Kreatif.

“ELAINE!”

*to be continued.

4 tanggapan untuk “Death Game, Part7

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.